Penulis: Akhmad Fawzi
Editor: Wa Ode Zainab
Tindakan agresif terhadap alam, seperti pembakaran hutan, tumpahan minyak skala besar, dan pembalakan liar, telah memicu krisis lingkungan yang signifikan. Krisis ini, termasuk pemanasan iklim dan penipisan lapisan ozon, merupakan hasil dari upaya manusia untuk melepaskan alam dari relasinya dengan Tuhan. Tak syak, dalam kaca mata Seyyed Hossein Nasr, modernitas yang destruktif justru menjadi penyebab utama perusakan alam. Misalnya, kerusakan di Raja Ampat akibat pertambangan nikel, yang berimplikasi pada kerusakan alam dan ekosistem bawah laut.
Agama dan Kesadaran Ekologis
Alam memiliki peran penting sebagai tempat manusia tinggal, memenuhi kebutuhan, bersosialisasi, dan beribadah. Jika alam rusak, semua fungsi ini tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya. Tanggung jawab untuk mencegah bencana iklim ada pada generasi kita saat ini. Dalam konteks filsafat Islam, manusia adalah “mikrokosmos” atau alam kecil, yang memiliki unsur-unsur semesta dalam dirinya. Namun, manusia modern telah kehilangan penghayatan spiritual terhadap alam. Dengan kata lain, manusia yang merusak alam sama saja dengan merusak dirinya sendiri.
Agama hadir untuk menyelaraskan hubungan antara manusia dengan alam dan manusia dengan Tuhan. Dalam Islam, memelihara lingkungan sama pentingnya dengan memelihara agama, jiwa, dan akal. Ajaran agama mendorong umatnya untuk menanam pohon, menjaga kebersihan, dan menjaga keseimbangan alam. Meskipun agama mengandung ajaran ekologis, masih banyak umat beragama yang mengabaikannya. Contohnya adalah perilaku membuang sampah sembarangan atau merokok di jalanan yang tidak mencerminkan nilai-nilai religius.
“Green Deen” dan Ekoteologi: Implementasi Nyata
Gerakan “Green Deen” dan ekoteologi merupakan implementasi nyata ajaran agama dalam menghadapi kerusakan alam. “Green Deen” tidak hanya berfokus pada teori, tetapi juga pada aksi nyata yang berasaskan pada prinsip tauhid, khalifah, dan amanah. Sementara itu, ekoteologi adalah bidang teologi yang mempelajari hubungan antara agama dan lingkungan. Kedua gerakan ini menunjukkan pentingnya mengintegrasikan nilai-nilai agama dengan kesadaran lingkungan.
Konsep “Homo Ecologicus”
“Green Deen” dan ekoteologi mendorong manusia untuk menjadi homo ecologicus, yaitu manusia yang sadar lingkungan dan mampu mengimplementasikan nilai-nilai ekologis dalam kehidupan sehari-hari. Bukti implementasi gerakan ini di Indonesia dapat dilihat pada model pesantren ekologis Ath-Thaariq Garut dan program penanaman pohon yang dicanangkan oleh Kementerian Agama bagi ASN-nya.
Pentingnya Peran Agama dalam Masalah Lingkungan
Peran aktif agama dalam menangani kerusakan alam akan membuatnya tetap relevan dan berkontribusi. Namun, jika agama hanya sebatas ritual ibadah vertikal dan mengabaikan masalah sosial dan lingkungan, agama akan kehilangan relevansinya. Agama harus ditampilkan sebagai “agama bumi” yang mengajarkan manusia untuk mencintai alam.
Nilai-nilai universal dalam agama harus diinternalisasikan oleh penganutnya, tidak hanya dihafal, tetapi juga diwujudkan dalam tindakan. Jika nilai-nilai ini benar-benar diterapkan, tidak akan ada umat beragama yang merusak alam, membuang sampah sembarangan, atau menyebabkan bencana seperti banjir. Namun, kenyataannya kerusakan alam masih terus terjadi.
Bukan agama yang salah, tetapi cara beragama yang perlu dikoreksi. Kerusakan alam yang masih terjadi bukanlah kesalahan agama, melainkan cara beragama yang perlu dikoreksi. Agama seharusnya tidak hanya menjadi identitas formal di KTP, tetapi juga menjadi jalan hidup untuk menjadi manusia seutuhnya yang beradab baik terhadap makhluk lain, alam, dan Tuhan.
Referensi:
Amstrong, Karen. Sacred Nature. Terj. Yuliani Liputo. Bandung: Mizan. 2023.
Kartanegara, Mulyadhi. Gerbang Kearifan. Jakarta: Lentera Hati. 2006.
Lang, Jeffrey. Even Angels Ask. Terj. Haris Priyatna. Jakarta: Noura Books. 2023.
Nasr, Seyyed Hossein. Problematika Krisis Spiritual Manusia Kontemporer. Terj. Muhammad Muhibbuddin. Yogyakarta: IRCiSoD. 2002.
_________________. Islam dan Nestapa Manusia Modern. Terj. Anas Mahyuddin. Bandung: Pustaka. 1983.
_________________. Islam, Sains dan Muslim. Terj. Muhammad Muhibbuddin. Yogyakarta: IRCiSoD. 2022.
Qaradhawi, Yusuf. Islam Agama Ramah Lingkungan. Terj. Abdullah Hakam Shah, dkk. Jakarta: Pustaka al-Kautsar. 2002.
Wells, David Wallace. Bumi Yang Tak Dapat Dihuni. Dialih bahasakan oleh Zia Anshor. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 2019.
https://mubadalah.id/green-deen-apa-yang-islam-ajarkan-untuk-melindungi-planet/
https://kemenag.go.id/kolom/ekoteologi-dan-gerakan-bersama-asn-kementerian-agama-jQItG
https://mongabay.co.id/2025/06/08/tambang-nikel-raja-ampat-kerusakan-tak-bakal-pulih/