Ateisme dan Gerakan New Age

Stats: 61 Views | Words: 731

4 minutes Read




Sejak zaman pra sejarah, manusia sudah menyembah sesuatu yang dianggap ‘representatif’ untuk disembah. Dalam diskursus agama, manusia diyakini memiliki fitrah menuhankan sesuatu di luar dirinya; yang Maha Besar, Kuasa, Indah dan lainnya. Oleh karena itu, seiring perkembangan zaman, manusia mulai memikirkan Tuhan. Kepercayaan terhadap Tuhan inilah yang kemudian diinstitusionalisasikan dalam “agama”.  Meskipun ada sejumlah agama atau kepercayaan yang tidak mendasarkan ajarannya pada konsep ketuhanan.

Diskursus mengenai ‘Tuhan’ dan ‘Agama’ terus bergulir dan tak henti menuai kontroversi. Umat manusia senantiasa mencari jawaban mengenai eksistensi “Tuhan”, apakah ada atau tidak. Dalam konteks ini, aliran yang menolak keberadaan Tuhan disebut “ateisme” yang menolak eksistensi Tuhan, serta berimplikasi pada penolakannya terhadap agama. Sedangkan, aliran yang mengakui eksistensi Tuhan disebut “teisme”

Di lain sisi, terdapat gerakan New Age yang lahir di era postmodernisme yang menyadari kebutuhan manusia terhadap spiritualitas. Gerakan ini tidak menafikkan eksistensi Tuhan, tetapi juga tidak mensakralkan agama. Pada perkembangannya, mereka menyuarakan agama universal yang menekankan pada wilayah esoteris. 

Gaung Ateisme sudah bergema sejak zaman Yunani Kuno, salah satunya disuarakan oleh Xenophanes. Menurutnya, dewa-dewa hanyalah gambaran manusia, serta tidak mungkin dewa yang agung kelakuannya sama dengan manusia. Namun, mayoritas scholars berpandangan bahwa Ateisme merupakan anak kandung dari modernisme. 

Salah satu faktor merebaknya ateisme adalah perkembangan ilmu pengetahuan yang memahami realitas hanya pada sesuatu yang fisik (bisa di indera). Pada awalnya, Tuhan dianggap sebagai pengatur alam semesta, tetapi berbagai penemuan ilmiah modern mengindikasikan bahwa alam semesta berjalan sesuai dengan hukum-hukum alam. Maka, eksistensi Tuhan pun dipertanyakan. 

Sejumlah tokoh ateis melontarkan kritik terhadap Tuhan dan agama, seperti Engels, Freud, Feuerbach, Karl Marx, Ayn Rand, dan lain-lain. Feuerbach, misalnya, mengkritisi praktik-praktik agama yang dangkal. Menurutnya, Tuhan yang disembah hanyalah bayangan yang diciptakan oleh manusia sendiri. Hal tersebut tercermin dari sifat-sifat Tuhan yang dideskripsikan seperti sifat-sifat manusia. 

Senada, Sigmund Freud menyatakan bahwa manusia yang beragama secara kolektif adalah sekumpulan orang tidak dewasa. Baginya, agama hanyalah perkembangan dari totemisme primitif yang menyajikan ide tentang Tuhan.

Sementara itu, ketidakpercayaan terhadap  institusi agama formal semakin meningkat disinyalir karena terkesan eksklusif dan dogmatis. Sebagaimana slogan yang dilontarkan futurolog John Naisbitt dan Patricia Aburdene dalam Megatrend 2000, Spirituality Yes, Organized Religion No! Inilah model generasi baru yang cenderung pada Spiritualitas New Age.

Secara literal, New Age Movement adalah gerakan zaman baru, yang oleh Rederic dan Mery Ann Brussat disebut sebagai “zaman kemelekan spiritual”. New Age Movement merupakan salah satu gerakan yang berusaha memuaskan hasrat spiritual demi mendamaikan hati. 

Hasrat spiritual inilah yang menjadi ciri khas New Agers (pengikut gerakan New Age), yang dikenal dengan ‘a free-flowing spiritual movement’, yang terartikulasi ke berbagai pendidikan dan manuskrip metafisika-spiritualitas; yaitu Manuskrip “Celestine”, baik “The Celestine Prophecy” maupun The Celestine Vision. 

Selain itu, “Sophia Perennis” yang menjadi filsafatnya New Agers, paradigma “The Tao of… yang menjadi trend penerbitan judul buku-buku ilmiah dan populer, “The Aquarian Conspiracy yang menjadi buku pegangan New Agers, hingga merambah ke “pendidikan spiritual” dan bahkan klinik-klinik spiritual dengan berbagai variasinya.

Gerakan ini berupaya membangkitkan kembali atau mengaktivasi agama-agama dan tradisi-tradisi kuno [terutama dari Timur] ke dalam aktivitas manusia modern. Gerakan New Age telah mempengaruhi perkembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan melalui format baru, yang merupakan sintesa ajaran kebatinan Timur dengan ilmu pengetahuan saintifik Barat.

Dalam Religion in the Modern World disebutkan bahwa gerakan New Age menyajikan wawasan spiritual dan petunjuk etis dalam menatap masa depan. New Agers menoleh pada spiritualitas baru lintas agama berdasarkan pada prinsip “spirituality: the heart of religion”. Tradisi spiritual New Agers lintas agama ini, mengarahkan pada terwujudnya “agama universal”. 

Perbincangan mengenai Ateisme dan Gerakan New Age menunjukkan bahwa terdapat berbagai respons terkait dengan Tuhan dan agama; yang merupakan dampak dari kejenuhan sejumlah manusia terhadap kedigdayaan modernisme dan kekecewaaan terhadap agama. Kutub pertama ialah Ateisme yang menafikkan eksistensi Tuhan karena menganggap umat beragama mencari pelampiasan atas ketidakberdayaan dirinya dan kehausan batinnya. 

Di lain sisi, gerakan New Age mengagungkan dimensi spiritual yang mana beranggapan bahwa tidak ada kebenaran yang tunggal [tidak mensakralkan agama]; karena hal yang terpenting adalah manusia mencapai kesadaran tertinggi kecerdasan spiritual (pencerahan). Menilik fenomena ini, diskursus bukanlah soal apakah Tuhan sudah mati? melainkan akankah agama benar-benar mati? 

 

Referensi:
Groothuis, Douglas R. Membuka Topeng Gerakan Zaman Baru. Jakarta: Momentum. 2000.
Leahy, Louis. Aliran-Aliran Besar Ateisme: Tinjauan Kritis. Yogyakarta: Penerbit 

Sukidi. New Age: Wisata Spiritual Lintas Agama. Jakarta: Gramedia. 2001.

Woodhead, Linda. Religions in the Modern World. London: Routledge. 2002. 

 

Penulis: Wa Ode Zainab Z T

Editor: Murteza Asyathri

 





Citation format :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *