Kita melihat fenomena saat peradaban yang dikuasai oleh Barat telah mengalami perubahan yang terjadi secara besar-besaran, semakin kesini manusia jauh akan Yang Satu. Manusia modern sendiri jika memakai pengertian yang diberikan oleh S.H. Nasr tidak berhubungan dengan periodesasi, namun berdasarkan pada fakta menipisnya dan jauhnya hubungan manusia dengan Tuhan.
Dalam sejarahnya, khususnya abad pertengahan yang menjadikan agama sebagai sentralisasi peradaban. Namun, hal itu mengalami transformasi oleh Renaisans yang telah mendobrak panggung keagamaan menjadi panggung rasionalitas. Fenomena itu terus berlanjut sampai sekarang bahkan lebih radikal yang mana rasio dijadikan Tuhan bagi mereka. Rasio yang dibantu oleh indera telah menjadikan mereka sebagai hamba nya. Banyak sekali pemerhati fenomena tersebut, salah satunya ialah Seyyed Hossein Nasr yang melihat manusia modern telah terpisah dengan Yang Transenden.
Modernitas Menggantikan Agama
Ciri yang paling menonjol dari modernitas ialah mendominasi penggunaan rasio dan indera, sehingga metafisika telah ter-hijab oleh hal tersebut. sebagaimana yang telah disinggung sedikit diatas tadi bahwa rasionalitas mencoba mendobrak panggung keagamaan untuk menggantikan peranan agama sebagai pemegang kebenaran absolut. Bagi kaum rasionalis, agama menjadi penghalang untuk mereka yang ingin berpikir bebas dan melampaui segalanya. Agama hanya menjadi penghambat bagi kemajuan suatu peradaban. Otoritas agama membuat manusia tidak lagi bebas, terkurung oleh doktrinisasi.
Karena itu, mulai bermunculan tokoh-tokoh seperti Machiavelli yang dikenal sebagai pendobrak ambang batas modernitas yang nantinya akan diradikalkan oleh Rene Descartes dengan istilah “Aku Berpikir, Maka Aku Ada”. Isitilah tersebut menandai bahwa adanya perubahan zaman yang bercirikan rasio sebagai tolak ukur kehidupan. Rasio yang dibantu oleh indera mampu menghasilkan pengetahuan logis dan empiris. Logis dan empirisnya suatu pengetahuan harus memiliki objek yang bersifat fisik. Karena itu, metafisik semakin terkaburkan akibat pembentukan karaktek manusia yang dilingkupi oleh rasio dan indera.
Sebagai objek metafisif dan konsep utama dalam keagamaan, Tuhan sering disisihkan dari lingkup sains modern. Artinya, manusia modern menganggap bahwa segala yang empiris itu ilmiah, sedangkan metafisik tidak ilmiah. Dengan Renaisans, manusia Eropa kehilangan keimanan terhadap Yang Transenden dan sebagai gantinya memberi perhatian penuh pada hal fisik.
Akankah Agama akan Hilang?
Dengan adanya semangat kaum rasionalis yang semakin mengaburkan zaman modern dari hal-hal metafisik. Agama mungkin bagi sebagian seseorang akan mungkin tersisihkan, namun semangat untuk mengembalikan semangat suci agama tidaklah padam. Seyyed Hossein Nasr sangat optimis bahwa agama selalu dibutuhkan oleh umat manusia. Agama terus berupaya men-transformasi dirinya dengan terus mengkontekstualisasikan ajarannya agar lebih relevan memecahkan problematika manusia modern. Agama mengandung unsur ilahi yang mana unsur tersebut secara potensial sudah ada pada diri setiap manusia. Artinya, kesadaran akan agama akan masih terus eksis.
Lagi pula manusia modern sekarang ini khususnya di Barat mulai mencari cahaya kebijaksanaan metafisik yang berasal dari timur. Sebagaimana yang dikatakan oleh Nasr bahwa manusia modern telah menyalakan api yang membakar tangannya sendiri, mereka mengira bahwa apa yang mereka lakukan saat ini akan berdampak positif, padahal tidak selamanya. Kita lihat bagaimana kerusakan alam, manusia yang jauh dari nilai-nilai kemanusiaan dan lain sebagainya. Distorsi tersebut terbentuk akibat transformasi modernitas yang terpisah dengan yang menjadi pusat kehidupan. Agama ingin mengembalikan manusia yang tadinya jauh dengan pusat kehidupan untuk kembali dekat dengan-Nya. Tentu bagi siapa pun yang dekat dengan-Nya akan merasakan manisnya kehidupan yang tak terhingga.
Manusia Modern Membutuhkan Agama
Agama hadir untuk membentuk kepribadian umat manusia agar menjadi manusia yang seutuhnya manusia. Utuhnya manusia tergantung bagaimana ia mengaplikasikan segala Asma Tuhan yang sudah ada padanya. Kecenderungan akan Agama terus ada bahkan sekalipun orang tersebut tidak beragama.
Mengapa demikian? Unsur agama dan diri manusia selalu identik, unsur Agama disamping terdapat kemanusiaan juga terdapat Ketuhanan, itu ada pada diri manusia yang memiliki kecenderungan terhadap Tuhan dan sesama manusia, tinggal bagaimana ia bisa mengaktualisasikan segala macam potensi itu. Tentu tidak cukup jika rasio dan indera dijadikan arah petunjuk hidupnya, karena entitas keduanya bersifat terbatas. Karena itu diperlukan Agama yang didalamnya memuat sesuatu Yang Tak Terbatas. Akibat modernitas yang dirasakan tidak dapat memenuhi hasrat spiritualnya, banyak orang-orang Barat yang pergi ke timur untuk menjalankan laku spiritual.
Justru karena manusia modern yang terus berhubungan dengan yang terbatas, mereka tidak bisa menembus batas ambang yang tak terbatas. Mereka terus bergulat dengan keterbatasan yang didalamnya terdapat kekurangan. Sekalipun ia merasa bahwa yang terbatas itu sempurna, itu karena mereka paksakan. Kesempurnaan sendiri tak terbatas, bagaimana mungkin kesempurnaan itu terbatas, kalau begitu masih ada yang lebih dari yang namanya sempurna.
Sedangkan sifat manusia selalu tidak puas terhadap yang terbatas, ia ingin melampaui hingga sampai menemukan Yang Tak Terbatas. Karena itu, mereka tidak bisa mencapai kebahagiaan sejati, sebagai Aristoteles katakan bahwa tujuan hidup manusia ialah meraih kebahagiaan. Seyyed Hossein Nasr menyebut kalau manusia mau bahagia, ia harus tetap memegang teguh kodrat ilahinya. Manusia sesungguhnya dapat mempertahankan kemanusiaannya hanya dengan meyakini sepenuhnya kodrat ketuhanannya sendiri.
Editor: Ahmed Zaranggi
Referensi:
Kartanegara, Mulyadhi. 2006. Gerbang Kearifan. Jakarta: Lentera Hati.
Nasr, Seyyed Hossein. 2021. Antara Tuhan, Manusia dan Alam. Yogyakarta: IRCiSoD.
Nasr, Seyyed Hossein. 1983. Islam dan Nestapa Manusia Modern. Bandung: Pustaka.
Nasr, Seyyed Hossein. 2020. Tasawuf Dulu dan Sekarang. Yogyakarta: IRCiSoD.
[1] https://geotimes.id/wp-content/uploads/2018/02/agama-tuhan-e1518919571371.jpg
This article is under the © copyright of the original Author:
(Zona-Nalar)
Please read "term and condition" to appreciate our published articles content. Thank you very much.