Filsafat India mengacu kepada tradisi kuno di Sub-benua India. Aliran filsafat India diklasifikasikan menjadi dua, yakni astika (ortodoks) dan nastika (heterodoks). Keduanya dibedakan atas tiga hal. Pertama, aliran tersebut percaya bahwa Weda sebagai sumber pengetahuan yang valid atau tidak. Kedua, percaya premis brahman dan atman atau tidak dan ketiga, percaya akan kehidupaan setelah kematian dan dewa-dewa atau tidak.
Aliran utama dalam filsafat Hindu India ortodoks diklasifikasikan menjadii enam, yaitu: Nyaya, Waisesika, Samkhya, Yoga, Mimamsa, dan Wedanta. Sementara lima aliran Ortodoks (Sramana), yaitu: jainisme, Buddhisme, Ajvika, Ajnana dan Carvaka. Aliran-aliran filsafat India kemudian diformalkan antara tahun 1000 SM sampai awal abad era umum.
Aliran Astika (Ortodoks)
Astika (ortodoks) mengakui Weda sebagai otoritas tertinggi dan mempercayai adanya tuhan. Dikenal juga sad darsana (enam filsafat). Adapun ke enam filsafat tersebut adalaah sebagai berikut
1. Samkhaya dan Yoga
Samkhaya berasal dari bahasa Sanskerta yang berarti renungan atau pengetahuan benar, seperti angka. Sedangkan Yoga adalah jalan menuju pembebasan dan jalan untuk mencapai berbagai tujuan. Sebagaimana sebuah penyatuan (samadhi), transedensi diri, disiplin diri dan berbagai tujuan pemurnian diri lainnya. Samkhaya memiliki keterikatan dengan yoga. Samkhaya dapat dicapai secara baik jika dilakukan dengan yoga melalui delapan aspek. Delapan aspek itu mengcakup: tidak melukai, kesucian, berpuas diri, pelajaran, berserah kepada tuhan, postur tubuh, pernafasan, pengendalian indera, konsentrasi dan ekstasi.
2. Nyaya dan Vaisheshika
Nyaya dan Vaisheshika adalah pasangan sistem filsafat yang menjadikan argumen, logika, dan kemampuan menganalisis pengalaman sebagai tema sentralnya. Ajaran nyaya dan vaisheshika dapat mengingatkan kita pada Plato tentang substansi dan kategori serta bagian intelligible dan bagian sensible. Sebagai mana plato berpendapat bahwa pengetahuan dapat diperoleh dengan jalan yang sensible, seperti ilusi, opini dan penginderaan. Sementara jalan yang intelligible dengan pengetahuan, intelek dan sains. Pada Nyaya dan Vaisheshika pun demikian sama. Manusia memiliki kemampuan sensible dan intelligible untuk melakukan penyimpulan atas hubungan sebab akibat dan penyimpulan atas abstrak persepsi. Ciri yang menarik dari Nyaya dan Vaisheshika adalah teori sub atomis yang menerima empat unsur dasar yaitu tanah, air, udara dan api.
3. Mimamsa
Tujuan utama dari Mimamsa adalah untuk mengiterpretasi dan menegaskan kebenaran Weda. Hal ini berfokus kepada epistemologi di dalamnya terdapat 6 komponen. Seperti pengamatan (pratyaksa), penyimpulan (anumata), kesaksian (sabda), perbandungan (upanishad), persangkaan (arthapatti), ketiadaan (anupalabdi). Metafisika di dalamnya terdapat karmaphala, sakti dan apurva (energi potensial), Atman (jiwa). Etika di dalamnya terdapat Dharma.
4. Vedanta
Vedanta berarti akhir dari Weda. Karena merupakan perkembangan filsafat Weda yang paling akhir dan puncak. Sistem vedanta juga disebut uttara mimamsa yang berarti penyelirikan kedua. Karena ajaran ini mengkaji upanishad. Vendata memiliki beberapa sistem filsafat yang masing-masing memiliki tokohnya.
Aliran Heterodoks (sramana/nastika)
Beberapa gerakan sramana telah ada sebelum abad 6 SM. Gerakan ini berpengaruh terhadap aliran astika dan nastika. Gerakan sramana memunculkan beragam keyakinan heterodoks. Mulai dari konsep jiwa, atomisme, etika antinomian, materialisme, atheisme, agnotisme, fatalisme, hingga kehendak bebas. Adapun aliran-aliran filsafat yang muncul dari gerakan sramana adalah sebagai berikut:
1. Ajnana
Ajnana adalah salah satu dari aliran nastika atau heterodoks filsafat India kuno dari skeptisisme India radikal. Aliran ini termasuk gerakan sramana dan menjadi pesaing utama Budhisme awal dan Jainisme. Golongan ajnana berpendapat bahwa tidak mungkin pendapat ilmu pengetahuan dari hal-hal yang metafisik atau memastikan nilai kebenaran dari proposis filosofis. Bahkan, jika itu mungkin hal tersebut tidak berguna dan tidak menguntungkan untuk pembebasan akhir.
2. Carvaka
Aliran filsafat carvaka didirikan oleh Brhaspati. Ciri dari aliran ini adalah meterialistis hedonis. Aliran ini tidak menerima adanya kehidupan setelah kematian. Karena menurut mereka kehidupan di akhirat tidak dapat diverifikasi, apalagi sebelum ada seorang yang menyaksikannya. Jadi, aliran ini hanya mengkui keberadaan duniawi dan menolak keberadaan akhirat.
Etika dalam aliran ini bersifat hedonis. Aliran carvaka berpendapat bahwa manusia boleh melakukan apa saja, karena tidak ada hukum yang mengikat. Jadi, mereka menolak konsep hukum karma dan reinkarnasi seperti yang ada dalam aliran filsafat India lainnya. Carvaka mengajarkan bahwa satu-satunya realitas adalah materi yang terdiri dari empat unsur, yakni api, air, udara dan tanah. Carvaka hanya menerima pengetahuan berdasarkan persepsi langsung.
3. Jainisme
Jainisme berasal dari kata jina, yang brarti penakluk ketamakan dan keinginan. Aliran ini menolak otoritas veda dan mengaku tidak berasal dari Brahman-Arya tapi mempresentasikan kosmologi dan antropologi Pra-Arya (Bangsa Dravida). Petapa Jain mengejutkan kelompok raja Alexander ketika menaklukan India. Mereka menyebut Jain sebagai gypnosof, filsuf telanjang. Karena sebagian dari pertapa Jain berpenampilan telanjang. Jainisme terbagi menjadi dua aliran yaitu mereka yang memakai jubah putih (svetambaras) dan yang telanjang (digambaras).
Jainisme menganggap jiwa sebagai makhluk kecil seukuran ibu jari yang bersemayam di dalam hati. Tubuh adalah pakaian dan sel kehidupan yang menggerakkan tubuh. Kebebasan jiwa bisa ditempuh dengan menakhlukan ketamakan, keinginan dan karma. Jain menjunjung tinggi prinsip tanpa kekerasan (ahimsa)
4. Buddhisme
Filsafat Buddha mengacu kepada pandangan atau penerapan ajaran Buddha terhadap nilai-nilai kehidupan, eksistensi, pengetahuan, akal budi, meteri, dan moralitas. Semasa hidupnya Sidartha Gautama tidak pernah mendokumentasikan ajarannya dalam tulisan.
Kemudan pasca kematiannya, filsafat Buddha dibangun berdasarkan rekonstruksi yang dilakukan terhadap ajaran Buddha. Dalam kajian filsafat Buddha kemudian mencakup kajian filsafat seperti etika, epistemologi, fenomenologi, logika dan ontologi. Aliran Buddha ini kemudian berkembang menjadi dua mazhab, yaitu theravada dan mahayana. Aliran-aliran ini memiliki persepsi yang berbeda terhadap beberapa poin dalam ajaran Buddha, yang kemudian menjadi kajian ilmu klasik maupun kontemporer.
5. Ajivika
Ajivika adalah salah satu aliran nastika atau heterodoks dari filsafat India. Aliran ini diperkirakan berdiri pada abad ke 5 SM oleh Makkhali Gosala. Aliran tersebut merupakan sebuah gerakan sramana dan pesaing besar dari agama, Buddhisme awal dan Jainisme.
Sementara ajivika terkenal dengan doktrin Niyati. Yaitu mengenal determinisme absolut (takdir), premisnya adalah tidak ada kehendak bebas, semua yang telah terjadi, sedang terjadi, dan akan terjadi. Hal itu sepenuhnya ditakdirkan dan suatu fungsi dari prinsip-prinsip kosmik. Aliran ini menganggap bahwa karma adalah suatu kekeliruan. Ajivika termasuk atheis yang menolak pengaruh Weda, tetapi mereka percaya bahwa dalam setiap makhluk hidup itu ada atman (Jiwa).
Editor: Ahmed Zaranggi
Sumber:
- John M. Koller. Filsafat Asia. Ledalero, 2010.
- Perbandingan Filsafat Cina dengan Filsafat india. Jurnal Artefak Vol. 3 No. 2, 2015.
- I Komang Suastika Arimbawa dan G Arya Anggiriawan. Perkembangan Ajaran Budha dalam Trilogi Pembebasan. Jurnal Sanjiwani Vol. 11 No. 1, 2020.
- https://id.wikipedia.org/wiki/Jainisme
- https://id.wikipedia.org/wiki/Filsafat_India
- https://id.wikipedia.org/wiki/Filsafat_Buddha