BYUNG-CHUL HAN: Kecemasan dan Krisis Modernitas

Stats: 171 Views | Words: 605

4 minutes Read




Penulis: Afwillah
Editor:
Wa Ode Zainab Zilullah

Cemas (anxiety) umumnya kerap disamakan dengan takut (fear). Padahal keduanya berbeda. Takut selalu merujuk ke suatu objek konkret. Dengan kata lain, orang selalu takut terhadap sesuatu. Sesuatu itu boleh jadi ketinggian, kegelapan, kematian, polisi, trauma masa lalu, atau kehilangan orang yang dicinta. Namun, lain hal dengan cemas yang tidak memiliki objek konkret dan sulit dijelaskan melalui kata-kata. 

Sebagaimana yang disampaikan oleh Heidegger, bahwa Rasa cemas (angst) pada hakikatnya tidak memiliki isi persoalan … objek kecemasan sama sekali tak menentu.Cemas bukan pula suatu fenomena psikologis yang tunggal, namun juga terikat dengan momen sosiologis dan eksistensial. 

Filsuf kelahiran Korea Selatan, Byung-Chul Han, menggolongkan cemas sebagai patologi dunia modern. Artinya, ada keterkaitan khusus antara keadaan dunia modern dan kecemasan. Dunia modern ditandai dengan gejala kecemasan. Bahkan Han menyebut bahwa permenungan termasyhur Heidegger terhadap kecemasan adalah sebuah cerminan dari keadaan dunia modern saat itu.

Byung-Chul Han mengungkapkan: Heidegger mengklaim bahwa Being and Time adalah suatu analisis a historis mengenai eksistensi manusia, namun pada faktanya itu adalah refleksi dari keadaan krisis dunia modern. Kecemasan, yang memainkan peranan penting dalam Being and Time, adalah bagian dari patologi manusia modern”. 

Lebih lanjut, Han melakukan analisa atas keterkaitan tersebut dengan menggunakan argumen filosofis dan sosiologis. Menurutnya, kontemporer ditandai dengan munculnya rasa tidak pasti akan kehidupan. Ketidakpastian itu adalah hasil dari runtuhnya narasi yang selama ratusan atau bahkan ribuan tahun menjadi pijakan manusia dalam menjalani kehidupan. 

Narasi dalam pengertian ini ada baiknya tidak dipahami sebagai teks dengan bentuknya yang konkret belaka. Narasi punya cakupan luas, mulai dari cerita rakyat, mitos, ritual, kitab suci, gagasan filosofis, sampai ideologi politik. Selama ribuan tahun sejarah manusia, narasi-narasi tersebut menjadi memberikan makna dan penafsiran atas hidup. 

Maka, runtuhnya narasi berarti runtuhnya kehidupan manusia, dan hal tersebut termanifestasikan dalam gejala cemas. Boleh dikata, kecemasan dunia modern ini bersifat nihilistik. Ia menggugat kepastian dan melemparkan manusia ke dalam keadaan tak bermakna. 

Narasi selama ini telah merajut masa kini dengan masa lalu dan masa depan sehingga memungkinkan adanya rasa aman. Narasi juga bersifat komunal dalam artian menjadi pengikat bersama suatu komunitas. Namun, rasa aman dan komunal itu kini telah terkoyak-koyak di hadapan rezim kapitalisme neoliberal yang seolah menjadi satu-satunya narasi yang berlaku dimanapun dan kapanpun.

Sebagaimana ujaran Margaret Thatcher: “there is no alternative”. Salah satu doktrin kapitalisme neoliberal adalah mengganti kesejahteraan bersama menjadi kesejahteraan individual. Negara kesejahteraan (welfare state) dianggap sudah usang dan mesti diganti dengan kekuasaan perusahaan-perusahaan transnasional. Pada titik ini, kehidupan tidak lagi bermakna, kecuali untuk profit. 

Kemudian, semua krisis pada narasi itu akan bermuara pada kehidupan yang telanjang (bare life). Kehidupan menjadi telanjang berarti kehidupan menjadi sebatas ajang bertahan hidup. Pergulatan hari ini tidak ada artinya selain untuk bertahan hidup esok hari. Pun, apa yang akan terjadi di masa depan sudah tidak dapat diperkirakan. 

Seperti kata sosiolog Zygmunt Bauman, bahwa di zaman sekarang, manusia menjalani hidup ibarat berjalan di tanah yang penuh ranjau. Akhirnya, bertahan hidup di tengah ketidakpastian menjadi pemicu utama kecemasan manusia modern.

Pertanyaan selanjutnya, lalu apa yang tersisa untuk dimaknai? Mengenai hal ini, Byung-Chul Han memberikan jawaban yang cukup pesimis. Ketika narasi sudah hilang dan kehidupan terlempar dalam kondisi nihil, kematian pun sudah tidak lagi berarti: “Kematian sendiri tidak lagi melekat pada narasi penyelamatan yang penuh makna. Sebaliknya, inilah kematianku dan akulah yang harus menghadapinya sendiri”

Dengan kata lain, kematian menjadi semata proses biologis dimana tubuh kehilangan segala fungsi dan kesadarannya. 

Referensi:

F. Budi Hardiman. 2016. Heidegger dan Mistik Keseharian. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia. 

Byung-Chul Han. 2024. The Crisis of Narration. Cambridge: Polity Press. 

Byung-Chul Han. 2020. The Disappearance of Rituals: A Topology of the Present. Cambridge: Polity Press.





Citation format :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *