Published On
Categories

“Love isn’t something natural”

—ERICH FROMM

Michel Foucault pernah menulis, bahwa tubuh adalah ranah bagi konflik dan perjuangan. Pun, tubuh merupakan modal guna bergerak guna beranjak. Meski demikian, tubuh yang mestinya menjadi kapital untuk tumbuh, kerap dibatasi dalam berekspresi oleh institusi otoritatif yang mengejawantah dalam bentuk bahasa.

Tulisan ini hendak meninjau usaha Alexia—tokoh dalam film Titane (2021) karya sutradara Julia Ducournau—dalam usahanya mendidik tubuh agar lepas dari jerat trauma dan jerat kekuasaan. Gagasan mengenai pendidikan behaviorisme John Broadus Watson, teori gender Judith Butler, dan dominasi simbolik Pierre Bourdieu saya jadikan referensi untuk menganalisis hegemoni kekuasaan pada tubuh.

Titanium

Alexia, diperankan oleh Agatha Rousselle, mengalami kecelakaan mobil yang dikemudikan ayahnya ketika ia masih kecil, hingga pelat titanium mesti dipasang di kepalanya. Jika tindakan mencium dan memeluk mobil usai dirawat di rumah sakit menjadi petanda akan sikap mengasihi, maka Alexia telah jatuh hati pada benda bernama mobil. Tidak pada manusia, tidak pada keluarga terdekatnya.

Thales telah berpandangan, bahwa benda mati memiliki jiwa, sebagaimana mobil dalam benak Alexia. Pun titanium yang Julia Ducournau sandingkan dengannya. Alexia yang bersikap dingin sekaligus berbahaya, tegar sekaligus takut menghadapi proses perubahan tubuhnya sendiri. Titanium yang terkesan dingin, ringan sekaligus kuat seakan menahbiskan pendapat Thales bahwa setiap yang berjiwa memiliki hasrat dan trauma.

Titanium adalah Alexia, Alexia adalah titanium. Dalam film Titane, titanium bukan semata logam berwarna kelabu tua, tetapi simbol kekuatan, metafora identitas. Alexia hidup di ranah di mana wacana maskulinitas dan heteronormatif menguasai. Namun kata Judith Butler, gender adalah kontruksi budaya. Segala yang bersifat pembiasaan, bersifat kontruksi bisa dibongkar diruntuhkan.

Pelat titanium telah dipilih untuk menyambung hidup Alexia selepas kecelakaan yang nyaris merampas nyawanya. Alexia memilih untuk mencium dan memeluk benda bernama mobil ketimbang orang tuanya. Alexia memilih menari di atas kap mesin mobil, memilih menjauh, bahkan menentang-melawan doksa.

Air

Thales mengungkapkan, bahwa air adalah prinsip dasar segala sesuatu. Air memiliki jiwa memiliki kekuatan. Maka serupa air, Alexia tiba di muara bernama Pemadam Kebakaran. Namun, konflik dalam tubuh—baik tubuh sendiri maupun berkonflik dengan tubuh orang lain—belum usai. Di ranah baru, Alexia kini memiliki Vincent, sang kapten Pemadam Kebakaran, yang percaya Alexia adalah Adrien, putranya yang hilang sejak kecil.

Di ranah baru, Alexia mesti terus menyamar sebagai laki-laki. Orang-orang di komunitas tempatnya tinggal tidak hendak melihat gestur lian selain gestur yang biasa ada di arena maskulin bernama Pemadam Kebakaran. Alexia mendambakan kebebasan hidup, ironisnya, ia mesti mengekang tubuh dan jiwanya agar bisa terus bebas agar bisa terus hidup.

Maka Alexia harus mendidik tubuhnya sendiri untuk patuh. Segala hal dilakukan, mulai dari membenturkan wajah ke tembok, sampai membebat payudara dan perutnya demi menyerupai laki-laki. Selain itu, pendidikan didapat Alexia dari Vincent. Ada interaksi cinta yang demikian unik antara keduanya. Interaksi yang saling membutuhkan.

Interaksi tersebut saya maknai sebagai cinta tanpa pamrih. Cinta Platonis dalam diri Vincent merupakan oase merupakan pelindung. Segala perhatian Vincent curahkan untuk Alexia. Kasih seorang ayah. Kini bahasa yang Alexia rasakan tak lain bahasa air, bahasa kelembutan, bukan pemaksaan.

Pendidikan tipe behaviorisme mengejawantah dalam pikiran, perasaan dan tindakan Vincent serta Alexia. Terutama dalam diri Vincent, sang bapak, pengendali air. Sang bapak, yang bertugas memadamkan api, memadamkan kebakaran, bahkan trauma dalam diri Alexia.

Ranah tempat Alexia singgah menjadi tempatnya menempa diri, tempatnya berlatih. Di tengah dominasi simbolik maskulinitas, Alexia menari. Tarian yang diinginkan kelompok dominan adalah tarian maskulin. Sementara Alexia terbiasa menari di tengah tatapan lapar laki-laki. Menari sebagai habitus yang berujung penolakan para laki-laki. Sebab mereka menuntut Alexia menjadi Adrien, seolah ingin melanggengkan status quo.

Kelahiran

Titanium adalah Alexia, Alexia adalah titanium. Dalam rangka proses mendidik diri sendiri, Alexia telah bernegosiasi dengan banyak hal, sesuatu yang sebelumnya tidak pernah ia lakukan. Memang takmelulu berakhir kesepakatan. Sebab Alexia cenderung minim empati. Namun, ia tidak bisa berkompromi dengan tubuh di dalam tubuhnya. Tubuh bayi yang mencoba menyeruak, terlempar ke dunia.

Paradoks demi paradoks, dekontruksi demi dekontruksi terhadap gender, pendidikan dan identitas terus tampil sepanjang film. Sejalan dengan teori performativitas gender yang dikemukakan Judith Butler. Dalam tindakan Alexia, semua adalah representasi dari kehendak bagaimana ia ingin eksis. Alexia berusaha tidak tunduk pada kekuasaan. Kecuali pada tubuh di dalam tubuhnya.

Sebagaimana Alexia, kadang kita membutuhkan stimulus dan harus merespons dunia luar dengan tepat, dengan aturan yang berlaku dalam sebuah arena, atau aturan dari alam semesta. Di akhir film, Vincent seolah menjelma ibu dari Socrates yang tengah membantu proses kelahiran. Maka sesosok bayi pun lahir dari rahim Alexia.

Satu jiwa terlahir, satu jiwa tiada. Alexia tiada.

 

Editor: Ahmed Zaranggi

 

Referensi:

Butler, Judith. 1993. Bodies that Matter: On the Discursive Limits of “sex”.  New York: Routledge.

Bourdieu, Pierre. 2020. Bahasa dan Kekuasaan Simbolik. Yogyakarta: IRCiSoD.

Foucault, Michel. 2017. Wacana Kuasa/Pengetahuan. Yogyakarta: Narasi.

Zuhri Fakhruddin, Muhammad. Elsa Permata Rosalina dan Endah Pawestri. 2019. Teori Belajar Behaviorisme. Universitas Muhammadiyah Sidoarjo.

Fromm, Erich. 2020. The Art of Loving, Memaknai Hakikat Cinta. Jakarta: Gramedia.



This article is under the © copyright of the original Author: Please read "term and condition" to appreciate our published articles content. Thank you very much.
(Zona-Nalar)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

thirteen + 1 =