Penulis: Arya Aulia Razmi
Editor: Wa Ode Zainab Zilullah Toresano

Bagaimana fenomena perbedaan interpretasi ajaran ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah dalam sudut pandang Gadamer

Hermeneutika Gadamer menekankan pentingnya konsep ‘sejarah pengaruh’ dan ‘peleburan horizon’ dalam memahami teks dan fenomena. Di Indonesia, ketegangan antara Nahdlatul Ulama (NU) dan kelompok Salafi mencerminkan perbedaan dalam interpretasi Islam, meskipun sama-sama menganut Ahlus Sunnah wal Jama’ah.

Hans-Georg Gadamer, seorang filsuf Jerman lahir pada 11 Februari 1900 di Marburg, Jerman, mengalami sejumlah peristiwa kunci dalam sejarah Jerman hingga usianya mencapai 102 tahun. Meskipun berasal dari keluarga akademis Protestan, ia mengejar jalur vernunft religion (agama nalar) yang menariknya pada ‘filsafat’; terutama setelah membaca karya Immanuel Kant dan belajar dari Martin Heidegger. Karyanya yang monumental, Warheit und Methode (Kebenaran dan Metode), menempatkannya sebagai salah satu filsuf terkemuka dalam hermeneutika filosofis, dengan konsep pentingnya tentang Wirkungsgeschicthte (sejarah pengaruh), menyoroti keterlibatan pembaca dalam sejarah dan dampaknya terhadap persepsi dan interpretasi masa lalu.

Misalnya, Pandangan Gus Dur bahwa “Soekarno tidak sebaik yang kita kira dan Soeharto tidak seburuk yang kita kira”, menyoroti ‘pengaruh kesadaran sejarah’ terhadap persepsi politik. Dalam era reformasi, orang-orang yang tidak langsung terpengaruh oleh kepemimpinan Soeharto cenderung menilai Orde Baru negatif, sementara Soekarno dianggap lebih baik. Namun, sebagai individu yang merasakan semua periode pemerintahan tersebut, Gus Dur memiliki perspektif yang berbeda, menekankan bahwa sejarah adalah sebuah kesinambungan. Konsep sejarah pengaruh bertujuan untuk membantu pembaca menyadari peran mereka dalam kontinuitas sejarah, menunjukkan bahwa tidak ada klaim objektif dalam pembacaan teks karena kesadaran pembaca selalu terhubung dengan konteks saat teks itu muncul.

Peleburan Horizon-horizon

Horizon yang dimaksud oleh Gadamer adalah jangkauan penglihatan yang mencakup segala hal yang dapat dilihat dari suatu sudut pandang. Dalam hermeneutika-nya, proses memahami bukanlah sebuah interpretasi ulang atas makna dari masa silam, melainkan peleburan antara horizon masa silam dari pengarang teks dan horizon masa kini dari pembaca. Horizon juga dapat dipahami sebagai prasangka pembaca. Interpretasi pembaca berarti perjumpaan kekinian pembaca dan tradisi yang melingkupi teks yang dibaca. Sehingga yang dimaksud dengan peleburan horizon-horizon adalah pelebaran horizon kekinian pembaca menjangkau horizon masa silam teks untuk memahami teks itu secara kreatif.

Ciri khas dari pemikiran Salafi adalah mengajak untuk kembali kepada Islam yang sesuai dengan al-salaf al-shalih, al-Quran, Sunnah Nabi, para sahabat dan ajaran ulama-ulama besar terdahulu seperti Imam Empat Mazhab. Adapun ajaran utama NU adalah Islam Ahlus Sunnah Wa al Jama’ah yang dijelaskan secara khusus oleh KH. Hasyim Asy’ari sebagai berikut: dalam teologi Islam (aqidah), NU mengikuti jejak Abu Hasan al-Asy’ari dan Abu Mansur al-Maturidi; dalam ilmu hukum Islam (fiqh), NU menganut salah satu dari empat madzhab (mazhab dalam fiqh) yaitu Maliki, Hambali, Hanafi, Syafi’i; dalam tasawuf Islam (tasawuf), NU mengikuti al-Ghazali dan Junaid al-Baghdadi.

Kalangan salafi sendiri selalu mengkonfrontasi tradisi NU karena tradisi mereka dianggap tidak sesuai dengan pemahaman mereka. Kaum Salafi menolak rasionalisme, tradisi, dan berbagai kekayaan khazanah intelektualitas Islam. Salah satu cara kelompok Salafi mengkonfrontasi NU adalah dengan menyebarkan asumsi bahwa apa yang dipraktekkan oleh NU tidak sesuai dengan ajaran ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah, terutama Imam Syafi’i. Padahal, mazhab Syafi’i sebagai mazhab fiqh bagi NU sangat penting. Sehingga, pernyataan kelompok Salafi atas NU menimbulkan reaksi permusuhan terhadap mereka.

Tradisi keagamaan yang berbeda diantara dua kelompok ini berpengaruh kepada hasil interpretasi masing-masing kelompok terhadap suatu teks. Misalnya, teks yang berupa ajaran Imam Mazhab berada di masa lampau, dan ditafsirkan oleh Salafi dan NU yang berada di masa sekarang. Sejarah pengaruh (Wirkungsgeschicthte) dan usaha peleburan horizon kekinian masing-masing ke dalam horizon kelampauan teks yang dibaca tampak dalam interpretasi mereka. Tradisi Salafi yang tekstualis dan anti tasawuf atau tradisi NU yang kontekstualis dan pro-tasawuf adalah Wirkungsgeschicthte mereka. Ketegangan yang sedang berlangsung di antara keduanya disebabkan bukan karena perbedaan sumber ajaran, melainkan perbedaan interpretasi yang dipengaruhi oleh tradisi masing-masing.

Kepentingan ideologi masing-masing juga menghalangi interpretasi yang lebih komprehensif atas ajaran-ajaran ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Untuk mencapai kesepahaman, kedua kelompok perlu membuka dialog dan meninggalkan kepentingan ideologis untuk memahami ajaran secara komprehensif. Dan dari sini terlihat bahwa hermeneutika Gadamer dengan konsep Wirkungsgeschicthte dan peleburan horizon-horizonnya dapat mengungkap apa yang menjadi sebab perbedaan hasil interpretasi di antara kelompok Salafi dan NU.

Referensi

Arif, Muhammad. “Ideological Dispute Between Purist Salafis and Islam Nusantara in the Indonesian Islamic Discourse: Jurgen Habermas’ Perspective on Discourse Theory.” In Transnational Islam and Muslim Politics Policies, Identities, and Ideologies, by Ahmet Köroğlu and Baptiste Brodard, 41–58. Istanbul University Press, 2024. https://doi.org/10.26650/B/SS30AA25.2024.003.003.

Aswar, Hasbi. “POLITIK LUAR NEGERI ARAB SAUDI DAN AJARAN SALAFI-WAHABI DI INDONESIA” 1 (2016).

F. Budi Hardiman. SENI MEMAHAMI: Hermeneutik dari Schleiermacher sampai Derrida. Yogyakarta: PT Kanisius, n.d.

Hasanah, Hasyim. “HERMENEUTIK ONTOLOGIS-DIALEKTIS HANS-GEORG GADAMER” 9 (2017).

Masyitha, Dewi. “Aswaja Commodity a Conflict Study between NU and Salafi in Pasuruan City” 11, no. 01 (2019).

Rahmatullah. “Menakar Hermeneutika  Fusion of Horizons H.G. Gadamer  dalam Pengembangan Tafsir  Maqasid Alquran.” Nun: Jurnal Studi Al-Quran dan Tafsir di Nusantara 3 (2017). https://doi.org/10.32495/nun.v3i2.47.



This article is under the © copyright of the original Author: Please read "term and condition" to appreciate our published articles content. Thank you very much.
(Zona-Nalar)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

7 − three =