Published On
Categories

Penulis: Afwillah
Editor: Murteza Asyathri


Kazuko Tsurumi [Tsurumi Kazuko] adalah suatu anomali. Ia lahir dari keluarga bangsawan Jepang, yang mengenyam bangku perkuliahan, hingga mendapat gelar Ph.D di bidang Sosiologi tahun 1960-an dengan disertasi yang berjudul Adult Socialization and Social Change: Japan Before and After World War II. Sebagai seorang aristokrat yang mendalami ilmu sosial, yang mana bertepatan dengan masa ketika teori pembangunan modernisme melejit, Kazuko justru mengambil jalan yang berlawanan: mengembangkan animisme baru sebagai kritik atas modernisme, sekaligus sebagai basis gerakan akar rumput yang anarkis.

Pengalaman apa yang mengubah haluan intelektual Kazuko? Ketika mendapat tugas meneliti kehidupan korban dari bencana lingkungan Minamata Disease, ia bercerita: 

“Kami datang ke sana sebagai tim riset akademik, tapi apa arti melakukan riset akademik terhadap penderitaan manusia sebesar itu? Pertanyaan ini mengusik kami. Dihadapkan dengan penderitaan nyata dari orang-orang, satu per satu dari kami merasa gelar pendidikan yang kami miliki pada kenyataannya mungkin tidak berguna.”

Begitulah, setelah pengalaman itu, Kazuko mulai meragukan keilmuan yang sudah ia dalami. Ia merasa satu-satunya yang bisa ia lakukan sebagai seorang sosiolog, pertama-tama adalah memasang telinga untuk mendengarkan kisah hidup dari orang-orang biasa yang menjadi korban. Setelah mendalami perannya sebagai pendengar, ia kemudian berkesimpulan bahwa penyebab penyakit Minamata adalah akibat modernisasi yang menyingkirkan keharmonian antara manusia dan alam.

Kazuko kemudian mengembangkan teori pembangunan bumiputra sebagai lawan dari modernisme. Teori bumiputra berbeda dari modernisme dari beberapa segi:

1) bila teori modernisme bersifat singular, teori bumiputra bersifat plural.
2) unit analisis teori modernisme adalah masyarakat sebagai keseluruhan, sedangkan teori bumiputra lebih berfokus pada masyarakat lokal yang konkret.
3) yang paling utama dari teori modernisme adalah pertumbuhan ekonomi, tetapi bagi teori bumiputra yang utama adalah kesejahteraan manusianya.

Sebagai teori bumiputra yang pada hakikatnya berangkat dari lokalitas masyarakat, Kazuko juga memberi perhatian pada kebudayaan setempat: masyarakat lokal, ekologi lokal, dan tradisi lokal. Ketiga hal inilah yang menurutnya mesti menjadi landasan pembangunan. Dan untuk konteks masyarakat Jepang, ia menawarkan falsafah animisme baru sebagai jantung dari teori bumiputra. 

Ketika mengembangkan falsafah animisme baru pun Kazuko sangat berhati-hati. Ia menyebut bahwa pada dasarnya animisme bukan cuma dimaknai sebagai agama, melainkan cara berpikir manusia mengenai hubungannya dengan alam dan roh. Animisme menganggap manusia tidak pernah hidup sendiri, apalagi menjadi penguasa atas alam. Ada roh-roh dan alam sendiri yang lebih superior, atau setidaknya setara dengan manusia. Maka sudah semestinya manusia menjalin hubungan harmoni antara manusia-alam-roh. Merusak alam sama saja merusak kehidupan itu sendiri. 

Di dalam masyarakat Jepang, ia melihat animisme sangat erat berhubungan dengan ajaran Shinto. Namun, ia buru-buru ia menjaga jarak dari shintoisme negara (agama Shinto yang bekerja sebagai ideologi penyokong kekaisaran). Ia menulis: “aku tidak berpikir animisme eksis pada basis kenegaraan, maka tidak ada yang namanya animisme Jepang… yang ada adalah animisme lokal, dan dalam hal ini Shinto menjadi Shinto Rakyat (Folk Shinto).”

Shinto Rakyat sangat berbeda dengan Shintoisme Negara. Bila agen utama dari Shintoisme Negara adalah keluarga bangsawan, maka Shinto Rakyat berbasis pada gerakan kerakyatan. Bila Shintoisme Negara berorientasi elitis, maka Shinto Rakyat berorientasi egaliter. Lebih jauh, Shinto Rakyat juga lebih tersebar secara lisan (dari mulut ke mulut), sinkretik, bebas dari pengaruh negara, terbatas pada wilayah-wilayah kecil dengan kearifannya masing-masing, dan terutama memiliki hubungan yang lebih autentik dan harmoni dengan alam dan roh. Dengan kata lain, animisme menjadi anarkisme. 

Referensi: 
Tsurumi Kazuko. 1998. The World of Minamata People and The Endogenous Development.
Tsurumi Kazuko & Ishimure Michiko. 2002. Tsurumi Kazuko’s Dialogue with Ishimure Michiko.
Shoko Yoneyama. 2019. Animism in Contemporary Japan. 



This article is under the © copyright of the original Author: Please read "term and condition" to appreciate our published articles content. Thank you very much.
(Zona-Nalar)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

seven + four =