Penulis: Muhammad Toha Sobirin

Editor: Wa Ode Zainab Zilullah Toresano

Rasionalitas, yang menekankan pada optimalisasi “akal”, di dalam perspektif filsafat dan al-Qur’an sama-sama menduduki posisi yang penting. Di dalam filsafat, akal merupakan piranti yang digunakan untuk mengungkap dan menyoal realitas. Begitu pun dengan Al-Qur’an yang mana di dalamnya menekankan untuk berpikir [manusia menggunakan akalnya] dalam memotret realitas; misalnya ayat “Afala Tatafakkarun” (apakah kamu tidak memikirkan?) dan “Afala Ta’qilun” (apakah kamu tidak menggunakan akalmu?).

Pada awal masa modern, terdapat periode Renaisans. Sebagian orang pada saat itu sudah jenuh dengan diskusi-diskusi Skolastik yang berbelit-belit dan kurang bermanfaat. Kaum intelektual mencari kerangka pemikiran alternatif melalui berpikir secara rasional tentang alam ini.

Para ilmuwan memfokuskan diri pada perkembangan ilmu pengetahuan dalam kerangka filsafat. Kemajuan ini tercapai karena mereka konsisten mempraktikkan metode observasional dan eksperimental dengan menggunakan pengalaman inderawi dan akal rasionalnya.

Salah satu filsuf [sekaligus saintis] yang terkenal pada saat itu adalah René Descartes, “Bapak Filsafat Modern”. Salah satu diktum filsafatnya yaitu “Cogito Ergo sum” yang artinya “Aku berpikir, maka aku ada”. Pernyataan tersebut mengindikasikan bahwa eksistensi manusia itu sendiri ialah pikirannya sendiri; eksistensi manusialah yang paling pasti dalam realitas ini, ditunjukkan dengan aktivitas berpikir. Dalam konteks ini, yang dimaksud berpikir adalah “berpikir secara rasional”.

Berpikir dalam Al-Qur’an

Sebuah anggapan yang keliru apabila Muslim berpandangan bahwa “berpikir” tidak diunggulkan dalam Islam. Di dalam Al-Qur’an, perintah berpikir ini berulang kali ditegaskan agar manusia senantiasa menggunakan akalnya dalam mengarungi kehidupan ini. Seperti ayat sebagai berikut :

  فَٱعۡتَبِرُواْيَـٰٓأُوْلِىٱلۡأَبۡصَـٰرِ

“Maka berpikirlah, wahai orang-orang yang berakal budi.” (QS. Al-Hasyr [59]: 2)

أَوَلَمۡيَنظُرُواْفِىمَلَكُوتِٱلسَّمَـٰوَٲتِوَٱلۡأَرۡضِوَمَاخَلَقَٱللَّهُ

“Apakah mereka tidak memperhatikan segala kerajaan di langit dan bumi dan segala sesuatu yang telah diciptakan Allah.” (QS. Al-A’raf [7]: 185)

Menurut Ibn Rusyd, filsuf Muslim di Cordoba, dalam bukunya Fashl al-Maqal Bayna al-Hikmah wa Asy-Syariah menerangkan bahwa kedua ayat itu menujukkan betapa berpikir adalah “perintah Allah SWT”. Dalam hal ini, berpikir bukan saja logika akal semata yang harus dijalankan, tetapi juga syariat secara beriringan

Adapun tujuan berpikir dalam al-Qur’an:
1) Mendapatkan kebenaran;
2) Mengamalkan syariat Islam;
3) Lebih dekat dengan Allah Swt.; dan
4) Berakhlak baik.

Cara berpikir menurut al-Qur’an:
1) Berpikir dengan hati yang bersih;
2) Berpikir dengan logika atau akal yang benar disertai bimbingan wahyu;
3) Berpikir luas dengan cara yang sederhana dan mudah dipahami;
4) Terbuka dengan pemikiran orang lain; dan
5) Berpikir sejak proses, hingga dampak yang dihasilkan.

Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa Al – Qur’an memerintahkan kita untuk berpikir. Dengan adanya berpikir tersebut kita dapat mengetahui rahasia-rahasia selama ini yang masih belum terungkap, misalnya terkait tentang adanya langit dan bumi ini. Akhirnya timbul pengetahuan – pengetahuan baru yang dapat berguna bagi generasi mendatang.

Berpikir rasional menurut perspektif filsafat merupakan hal esensial bagi manusia untuk menunjukkan eksistensi keberadaannya sebagai manusia yang rasional dan mampu memotret realitas. Begitu pun di dalam Al-Qur’an memerintahkan manusia supaya berpikir rasional agar dapat menjadi manusia seutuhnya yang dapat menemukan pengetahuan dan kebenaran.

Semakin manusia menggunadayakan akal pikirannya, maka seyogyanya semakin meningkat pula keimanan seseorang. Oleh karena itu, antara filsafat dan Al-Qur’an sebenarnya tidak ada pertentangan.

Referensi:

Hidayat, T., Abdussalam, A., & Fahrudin, F. (2016). Konsep berpikir (al-fikr) dalam alquran dan implikasinya terhadap pembelajaran PAI di sekolah (studi tematik tentang ayat-ayat yang mengandung term al-fikr). TARBAWY: Indonesian Journal of Islamic Education3(1), 1-12.

Langgulung, H. Manusia Dan Pendidikan. Jakarta: Pustaka Al-Husna Baru. 2004

Berpikir Rasional Adalah Karakter Umat Islam

https://www.sampoernauniversity.ac.id/id/pengertian-filsafat-dan-manfaat-dalam-kehidupan/



This article is under the © copyright of the original Author: Please read "term and condition" to appreciate our published articles content. Thank you very much.
(Zona-Nalar)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

7 − two =