Penulis: Afwillah
Editor: Murteza Asyathri
Sejarah filsafat periode 1970-an ditandai oleh kemunculan mazhab filsafat sains baru. Mazhab ini lahir melalui karya filsuf Inggris, Roy Bhaskar, yang berjudul A Realist Theory of Science. Pada bukunya tersebut, Bhaskar melancarkan kritik terhadap positivisme yang sudah lama mendominasi diskursus filsafat sains. Pemikiran Bhaskar dan pengikutnya kemudian menghasilkan mazhab baru yang kemudian populer dengan sebutan realisme-kritis.
Inti pemikiran Bhaskar terletak pada kegigihannya melawan tabu ontologis, yaitu bungkamnya filsafat sains mengenai ontologi. Hasilnya, konsep-konsep fundamental dalam sains yang sebenarnya mengandaikan pemahaman ontologis tertentu, seperti struktur, sistem, kausalitas, perubahan, dan lain sebagainya diterima begitu saja (taken for granted) oleh para ilmuwan. Absennya ontologi juga menghasilkan apa yang disebut Bhaskar sebagai kekeliruan epistemik. Kekeliruan ini terjadi ketika kita menganggap realitas sebagai pengetahuan kita tentang realitas tersebut. Dengan kata lain, ontologi (realitas) direduksi menjadi epistemologi (pengetahuan).
Demi menghidupkan kembali ontologi, Bhaskar mengajukan realisme transendental. Disebut realisme sebab realitas dapat eksis secara independen dari pengetahuan manusia tentangnya. Disebut transendental sebab penyelidikan terhadap realitas tidak berhenti hanya pada hal-hal yang dapat diamati secara empiris. Realisme transendental dihadirkan sebagai alternatif dari realisme empiris yang identik dengan mazhab positivisme.
Bhaskar kemudian membagi realitas ke dalam tiga domain: empiris, aktual, dan riil. Domain empiris berisi hal-hal yang bisa dialami dan diamati oleh manusia. Domain aktual adalah realitas di mana kejadian-kejadian (events) berlangsung dengan atau tanpa pengamatan oleh manusia. Terakhir, domain riil adalah domain terdalam yang tidak bisa diakses langsung melalui metode empiris. Domain riil terdiri dari struktur dan mekanisme yang menjadi asal usul dari segala kejadian dan pengalaman yang berlangsung di domain aktual dan empiris.
Kausalitas ala positivisme mengidentikkan konsep sebab-akibat dengan konjungsi konstan atau hubungan konstan antara dua variabel. Seorang sosiolog mungkin akan mengatakan bahwa peningkatan kriminalitas disebabkan oleh kemiskinan. Namun bagi realisme-kritis, pernyataan tersebut belum lengkap. Mesti diselidiki dahulu apa dan bagaimana struktur serta mekanisme pada domain riil yang melahirkan fenomena tersebut. Maka penyelidikan kemudian harus sampai pada struktur, misalnya struktur kapitalisme yang menghasilkan ketimpangan sosial dan alienasi manusia satu sama lain. Dengan kata lain, struktur kapitalisme di sini menjadi penyebab dari kemiskinan dan kriminalitas teramati sebelumnya.
Realisme transendental menambal kesulitan pada filsafat sains ketika dihadapkan dengan mekanisme sejarah seperti dialektika kelas dan evolusi. Kedua mekanisme tersebut tidak bisa diamati langsung menggunakan metode empiris. Beberapa filsuf seperti Karl Popper sempat kesulitan menempatkan evolusi dalam sains dan lebih memilih menyebutnya sebagai metafisika. Bagi realisme kritis, jelas bahwa dialektika kelas dan evolusi berada pada domain riil sebagai penyebab dari perubahan-perubahan yang berlangsung dalam sejarah. Pengetahuan mengenai dialektika kelas dan evolusi tetap mungkin sekalipun sulit untuk diverifikasi dan difalsifikasi.
Komitmen pada struktur dan mekanisme membuat realisme-kritis menjadi relevan bagi banyak bidang, mulai dari sosiologi teoritis, ekonomi, kesehatan, teknologi, bahkan juga agama dan spiritualitas. Mengenai yang terakhir ini, Roy Bhaskar di akhir hidupnya sempat mengembangkan filsafat meta-realitas. Di konteks ini, ia membuka kemungkinan keberadaan tuhan sebagai entitas yang melampuai domain empiris dan aktual pada realitas; entitas yang menjadi sebab dari segala struktur dan mekanisme yang ada di alam semesta. Bhaskar menyebut Tuhan dalam konteks ini sebagai cosmic envelope. Di samping membicarakan Tuhan, ia juga banyak berbicara mengenai reinkarnasi, moksa, maya, dan konsep-konsep lain dari filsafat ketimuran yang membuat filsafatnya lebih identik dengan spiritualisme ketimbang teisme secara umum.
Namun, tidak semua sepakat dengan perkembangan tersebut. Figur-figur realis kritis lain seperti Margaret Archer, Andrew Collier, dan Douglas Porpora menolak filsafat ketuhanan Bhaskar. Ketiganya lebih memilih untuk mengembangkan realisme kritis dalam kerangka teologi Kristen yang nantinya menghasilkan buku “Transcendence: critical realism and God”. Di sisi lain ada juga Sean Creaven yang menolak baik spritualisme Bhaskar maupun teisme Archer dkk. Menurut Creaven, marxisme dan sains modern sudah memadai sebagai jalan menuju emansipasi manusia.
Referensi:
Bhaskar, R. (2008). A Realist Theory of Science. Routledge, Oxon.
Bhaskar, R. (2005). The Possibility of Naturalism: A Philosophical Critique of the Contemporary Human Sciences. Routledge, London.
Hartwig, M.. (2007). Dictionary of Critical Realism. Routledge, Oxon.
Archer, M. S., Collier, A., & Porpora, D. V. (Eds.). (2004). Transcendence: Critical realism and god. Routledge, London.
Creaven, S. (2010). Against the Spiritual Turn: Marxism, realism and critical theory. Routledge, Oxon.