Saat ini jagat maya sedang ramai memperbincangkan dan memperdebatkan keputusan hukuman mati kepada Ferdinand Sambo. Memang alasan yang mendasari Ferdy Sambo membunuh Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J masih menjadi misteri, bahkan hingga majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta telah menjatuhkan vonis hukuman pidana mati kepada bekas inspektur jenderal Polri tersebut.

Pembunuhan terhadap Yosua terjadi pada Jumat, 8 Juli 2022 di rumah dinas Sambo nomor 46 di Kompleks Polri, Duren 3, Jakarta Selatan. Sambo telah divonis pidana hukuman mati karena dinilai terbukti melakukan pembunuhan berencana dan tanpa hak melakukan perbuatan yang menyebabkan sistem elektronik tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Ia dinilai telah terbukti melanggar Pasal 340 KUHP jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dan Pasal 49 jo Pasal 33 UU ITE jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Terkait dengan “hukuman mati”, bagaimana pandangan para filsuf? Hukuman mati tidak hanya salah satu pembahasan dalam ilmu hukum, tetapi juga filsafat. Sejumlah filsuf mempertanyakan keabsahan hukuman mati dari sudut pandang etika dan moral.

Salah satu argumen terhadap hukuman mati dalam filsafat etika adalah bahwa setiap manusia memiliki hak untuk hidup dan tidak boleh diambil oleh siapapun, termasuk oleh negara. Dalam pandangan ini, hukuman mati dianggap sebagai tindakan yang tidak manusiawi, serta melanggar prinsip kesetaraan dan penghormatan terhadap martabat manusia.

Selain itu, beberapa filsuf juga mempertanyakan efektivitas hukuman mati dalam mencegah kejahatan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa hukuman mati tidak selalu efektif dalam mencegah kejahatan, dan bahkan dapat menjadi kontraproduktif dengan meningkatkan kekerasan dan kejahatan.

Kendati demikian, ada juga argumen yang memperbolehkan hukuman mati dalam beberapa situasi tertentu, seperti ketika tindakan kejahatan sangat serius dan berdampak luas pada masyarakat, atau ketika hukuman mati dianggap sebagai satu-satunya cara untuk memastikan keadilan dan keseimbangan dalam masyarakat.

Berikut ini adalah beberapa pandangan para filsuf terkemuka tentang hukuman mati:

Immanuel Kant

Immanuel Kant berpendapat bahwa hukuman mati merupakan hukuman yang wajar jika kejahatan yang dilakukan sangat serius dan merugikan masyarakat. Dalam pandangan Kant, hukuman mati diterapkan sebagai bentuk pemenuhan hak moral dan keadilan. Ia menganggap bahwa hukuman mati hanya boleh diterapkan jika kejahatan tersebut terbukti dengan kepastian mutlak, dan keputusan untuk menjatuhkan hukuman mati harus didasarkan pada alasan moral dan rasional yang kuat. Selain itu, Kant juga menganggap bahwa hukuman mati harus diterapkan dengan cara yang sesuai dengan martabat manusia, dan tidak boleh mengandung unsur kekerasan atau penderitaan yang tidak perlu. Pandangan Kant tentang hukuman mati sangat memperhatikan prinsip moralitas, keadilan, dan kemanusiaan, dan menjadi dasar bagi banyak pemikir modern dalam membahas masalah ini.

John Stuart Mill

John Stuart Mill, seorang filsuf utilitarianisme terkenal, memiliki pandangan yang agak berbeda mengenai hukuman mati. Dalam pandangannya, hukuman mati tidak selalu memenuhi prinsip utilitarianisme karena ia merugikan masyarakat secara keseluruhan. Ia berpendapat bahwa hukuman mati hanya boleh digunakan dalam situasi yang sangat jarang, yaitu ketika kejahatan yang dilakukan sangat serius dan mengancam keselamatan masyarakat secara luas.

Mill juga menganggap bahwa hukuman mati tidak boleh dipakai sebagai sarana untuk membalas dendam atau memberikan kepuasan emosional pada masyarakat yang menjadi korban kejahatan. Sebaliknya, hukuman mati haruslah dipandang sebagai suatu bentuk pengawasan terhadap kejahatan yang melanggar norma-norma masyarakat. Oleh karena itu, hukuman mati harus diterapkan secara selektif dan hati-hati, dan hanya pada kasus-kasus yang memang memenuhi kriteria yang ditetapkan secara jelas dan objektif.

Dalam pandangan Mill, hukuman mati bukanlah suatu hal yang wajar atau alami, tetapi hanya menjadi pilihan terakhir ketika semua bentuk hukuman lainnya telah gagal memperbaiki perilaku seseorang. Dalam hal ini, hukuman mati dianggap sebagai suatu keharusan utilitarianisme yang tidak dapat dihindari, tetapi juga sebagai suatu hal yang tragis dan menyedihkan yang harus dilakukan sebagai bentuk perlindungan terhadap masyarakat secara keseluruhan.

Jean-Jacques Rousseau

Jean-Jacques Rousseau, seorang filsuf politik abad ke-18, memiliki pandangan yang kritis terhadap hukuman mati. Menurut Rousseau, hukuman mati adalah tindakan yang tidak bisa diterima, karena tidak mungkin ada suatu sistem hukum yang dapat menjamin kepastian dan keadilan mutlak dalam penerapannya. Ia berpendapat bahwa hukuman mati seharusnya dihindari sebisa mungkin dan hanya digunakan sebagai jalan terakhir dalam kasus-kasus yang paling parah dan tidak dapat diselesaikan dengan cara lain.

Rousseau juga berpendapat bahwa hukuman mati tidaklah efektif dalam mencegah kejahatan. Ia percaya bahwa perbaikan masyarakat dan penghapusan kemiskinan dapat menjadi solusi yang lebih baik untuk menurunkan tingkat kejahatan daripada mengandalkan hukuman mati. Oleh karena itu, menurut Rousseau, hukuman mati harus dibatasi penggunaannya dan digunakan hanya dalam situasi-situasi yang sangat ekstrem.

Secara umum, pandangan para filsuf tentang hukuman mati cenderung beragam, dan tergantung pada pandangan etika dan moral mereka, serta konteks sosial dan politik di mana mereka hidup. Diri kita pribadi pun tentu memiliki pendapat pribadi tentang hukuman mati ada yang pro dan ada yang kontra. Tentunya, sebagai individu dan warga negara, kita perlu mempertimbangkan nilai-nilai etika dan moral, serta fakta dan data empiris, sebelum mengambil posisi tentang apakah hukuman mati adalah bentuk hukuman yang pantas dan efektif.

Dalam filsafat hukum, putusan hakim terhadap tindak pidana yang relatif ringan atau sedang biasanya mempertimbangkan kepentingan terdakwa, penerapannya misalnya melalui rehabilitasi. Sedangkan untuk tindak pidana yang berat biasanya akan mempertimbangkan kepentingan korban dan masyarakat.

Terkait dengan vonis hukuman mati terhadap Ferdy Sambo, hakim pastinya sudah mendasarkan keputusannya pada kumpulan fakta hukum, unsur-unsur pemberat, dampak nyata yang timbul, serta kepentingan umum atau masyarakat luas. Bahkan, dalam rangka menegakkan nilai-nilai keadilan dan kepentingan bersama.

Penulis: Muhammad Fadil
Editor: Wa Ode Zainab Zilullah Toresano


Referensi: 

https://tenggulangbaru.id/artikel/2023/2/14/vonis-mati-fredy-sambo-sudah-di-ketok-pengadilan-alasan-pembunuhan-yosua-masih-misteri
https://news.detik.com/kolom/d-6583063/sisi-etis-vonis-mati-sambo

Nurasiah Faqih Sutan, Filsafat Hukum Barat dan Alirannya, (Medan: Utul Ilma Publishing, 2010)

Serlika Aprita & Rio Adhitya, Filsafat Hukum (Depok: Rajawali Press, 2020)

Auliah Andika Rukman, “Pidana Mati Ditinjau Dari Perspektif Sosiologis dan Penegakan HAM” Jurnal Equilibrium, Volume IV No. 1 Mei 2016

Naufal Al farisy & Mitro Subroto, “RELEVANSI HUKUMAN MATI TERHADAP PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA”, Postitum Vol. 6 No. 1 Juni 2021




This article is under the © copyright of the original Author: Please read "term and condition" to appreciate our published articles content. Thank you very much.
(Zona-Nalar)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

14 + 9 =