Filsafat eksistensialisme merupakan salah satu cabang dari sekian banyak pemikiran yang ada dalam ilmu filsafat. Ide besar dari gagasan ini adalah menjadi diri sendiri dalam menjalani realitas. Asumsi dasarnya; eksistensi mendahului esensi.

Para tokoh yang dikategorikan ke dalam filsafat eksistensialisme ini beragam, mulai dari Soren Kierkegaard, Friedrich Nietzsche, Jean-Paul Sartre, Albert Camus, dan lainnya. Akan tetapi justru sebagian besar dari mereka tidak ingin disebut sebagai seorang filsuf eksistensialisme.

Aliran ini mengajarkan untuk senantiasa menjadi diri sendiri dan memahami makna dari keberadaan diri yang dihayati secara personal melalui pergulatan-pergulatan eksistensi dalam realitas. Dalam perjalanannya, filsafat eksistensialisme khas sekali dengan pemikiran bahwa seseorang harus menjadi otentik.

Apa Itu Eksistensialisme?

Aliran pemikiran ini disebut juga filsafat individualistik, karena salah satu gagasan fundamentalnya adalah menjadi diri sendiri dan menemukan makna diri. Filsafat eksistensialisme cukup sulit didefinisikan hanya dalam satu atau dua kalimat. Aliran ini juga tidak bisa dianggap sebagai salah satu sistem yang memiliki rancangan tersendiri.

Hal ini disebabkan karena filsafat eksistensialisme terdiri dari berbagai macam latar belakang dan gaya berpikir yang berbeda satu dengan lainnya. Pemikiran ini dimulai dari Soren Kierkegaard, salah seorang filsuf asal Denmark yang dikenal sebagai “bapak filsafat eksistensialisme”. Usai era Soren Kierkegaard, filsafat eksistensialisme mengalami perkembangan tematis yang cukup luas. Namun, persamaan paling menonjol dalam aliran pemikiran ini adalah konsep menjadi diri sendiri dalam realitas.

Eksistensialisme dan Sejarah

Sejarah dari perkembangan aliran pemikiran eksistensialisme sangat panjang dan cukup kompleks. Konsep dari eksistensi sendiri tidak pernah terlepas dari tiga hal dasar, yaitu Subjek, kebebasan, dan etika. Pemahaman ini telah mengakar kuat sejak Soren Kierkegaard mengawali pemikiran eksistensialisme menjadi bahan kajian permenungan secara filosofis, yang kemudian berkembang menjadi beraneka ragam dan mengambil banyak sudut pandang.

Secara historis, pemahaman awal mula yang digunakan oleh Soren Kierkegaard ketika mendalami konsep eksistensi adalah eksistensi yang merujuk pada cara berada manusia yang sangat khas dan berbeda dari cara hidup makhluk lainnya. Perkembangan pemikiran eksistensialisme ini kemudian berlanjut menuju Friedrich Nietzsche, yang lantang menyerukan untuk menjadi diri sendiri, bahkan menjadi sosok yang unggul dengan menciptakan nilai-nilainya di tengah kemerosotan budaya dalam masyarakat.

Pemikiran filsafat eksistensialisme kemudian berkembang dalam diri Jean-Paul Sartre, yang menyatakan bahwa manusia “dihukum” untuk bebas. Berlanjut hingga Albert Camus yang berpandangan bahwa realitas merupakan bentuk absurditas. Sejarah perkembangan filsafat eksistensialisme terus berlanjut hingga masa sekarang, yang mana hal ini senantiasa menjadi bidang kajian menarik sepanjang sejarah perjalanan ilmu filsafat.

Diri Sendiri dalam Realitas

Sekarang kita akan membahas topik utama, yakni cara cerdas menjadi diri sendiri. Manusia selalu berusaha untuk menjadi yang terbaik. Hal ini dibuktikan melalui kegigihan seseorang dalam berusaha mencapai titik pengakuan tertentu, baik dengan cara membuat pilihan yang benar atau melakukan tindakan yang benar. Kewajiban seseorang dalam menentukan pilihan atas permasalahan yang sulit terkadang membawa manusia pada penderitaan sehingga menyebabkan timbulnya kegelisahan dan kecemasan.

Terlebih lagi, bilamana pilihan itu tentang dua hal yang sama-sama baik. Biasanya, seseorang seringkali mengambil sebuah keputusan berdasarkan tekanan eksternal (pandangan luar) yang memaksanya untuk memilih pilihan tertentu, dan terkadang hal tersebut tidak sejalan dengan yang dikehendaki oleh orang itu tetapi karena menerima tekanan dari luar, maka dengan terpaksa pilihan tersebut diambilnya.

Gagasan filsafat eksistensialisme memberikan peran bahwa pilihan harus diambil oleh seseorang atas pertimbangan pribadinya, yang menjadikan pilihan tersebut secara personal. Hal ini bukan berarti pendapat orang lain sama sekali diabaikan, tetapi perlunya menyaring dan memilah mengenai pendapat dari luar menjadi salah satu faktor penentu seseorang dapat memahami dirinya sendiri.

Dengan demikian, seseorang mampu memilih sesuai dengan keinginan dalam diri dan berusaha menemukan makna dari pilihannya tersebut. Drama eksistensi dalam realitas senantiasa mengantarkan manusia untuk menjadi makhluk yang selalu ditantang membuat pilihan dan mengambil keputusan. Sehingga, seseorang menjadi sosok yang personal dan utuh dimulai dari pilihan-pilihan yang ada dalam realitas, kemudian mengantarkan seseorang pada penemuan makna akan menjadi diri sendiri di realitas.

Pilihan Menjadi Utuh

Pada akhirnya, seseorang akan terus membuat pilihan-pilihan personal dalam hidupnya yang akan mengantarkannya pada penemuan akan makna dari diri. Filsafat eksistensialisme memberikan pisau analisis dalam sudut pandang secara filosofis bahwa menjadi diri sendiri adalah salah satu jalan untuk menjadi utuh dalam realitas. Utuh di sini berarti menemukan makna dalam kehidupan, bahwa diri adalah pengada unik yang berbeda dengan pengada lainnya. Cara ini senantiasa berkembang dari waktu ke waktu sebagai salah satu konsep filosofis dalam kerangka berpikir untuk menjadi diri sendiri di tengah perkembangan massa yang semakin abstrak.

 



This article is under the © copyright of the original Author: Please read "term and condition" to appreciate our published articles content. Thank you very much.
(Zona-Nalar)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

14 − 4 =