Filsafat Pendidikan John Dewey

Stats: 134 Views | Words: 633

4 minutes Read








Penulis: M. Ide Murteza Muthahhari
Editor: Wa Ode Zainab Zilullah

John Dewey (1859–1952) adalah seorang filsuf dan pendidik asal Amerika Serikat yang merevolusi pedagogi modern. Dalam konteks ini, ia menolak sistem sekolah otoriter tradisional. Menurutnya, pendidikan harus berbasis pengalaman, demokratis, dan berpusat pada siswa. Karyanya seputar pendidikan, antara lain Democracy and Education (1916), Experience and Education (1938), dan My Pedagogic Creed (1897). Dalam karyanya, ia menekankan bahwa belajar bukanlah penyerapan pasif, melainkan proses aktif. Bagi Dewey, sekolah harus mempersiapkan siswa untuk menumbuhkan pemikiran kritis, pemecahan masalah, dan kolaborasi.

Dewey terkenal dengan kutipannya, “Pendidikan bukan persiapan untuk hidup; pendidikan adalah hidup itu sendiri.” Ia menolak gagasan bahwa sekolah hanya untuk mentransfer pengetahuan. Sebaliknya, ia melihat pendidikan sebagai rekonstruksi pengalaman yang terus-menerus, di mana siswa belajar dengan terlibat dalam masalah dunia nyata. Dalam My Pedagogic Creed, ia menulis bahwa pendidikan seyogyanya mencerminkan kehidupan anak saat ini, serta kegunaannya bagi masa depan. Prinsip ini menjadi dasar pendidikan progresif, yang mana kurikulum muncul dari minat siswa dan kebutuhan masyarakat.

Bagi Dewey, sekolah harus membudayakan cara hidup demokratis karena demokrasi lebih dari sekadar sistem politik. Dalam Democracy and Education, ia berpendapat bahwa ruang kelas harus mencerminkan nilai-nilai demokratis: kolaborasi, dialog, dan penghargaan terhadap keberagaman perspektif. Metode mengajar otoriter, menurutnya, akan membunuh kreativitas dan menghasilkan warga negara yang pasif. Sebaliknya, sekolah harus menjadi “komunitas mini” di mana siswa berlatih pemecahan masalah, debat, dan pengambilan keputusan kolektif yang merupakan keterampilan kunci untuk mempertahankan demokrasi.

Teori Dewey tentang pembelajaran experiential menegaskan bahwa pengetahuan muncul dari refleksi atas tindakan, bukan hanya buku teks. Ia mengkritik hafalan, menganjurkan proyek praktik, eksperimen, dan kunjungan lapangan di mana siswa menguji ide dalam konteks nyata. Misalnya, alih-alih hanya membaca tentang fisika, siswa bisa membangun model untuk memahami, misalnya, teori gravitasi. Dewey menekankan refleksi sebagai jembatan antara pengalaman dan pemahaman: “Kita tidak belajar dari pengalaman… kita belajar dari merefleksikan pengalaman.”

Dewey mendefinisikan ulang peran guru dari pengajar otoriter (authoritarian lecturer/teacher) menjadi pemandu dan rekan belajar. Dalam The Child and the Curriculum (1902), ia memperingatkan agar tidak memaksakan rencana pelajaran kaku, bahkan mendorong guru untuk menyesuaikan diri dengan kebutuhan siswa. Tugas guru adalah menciptakan lingkungan di mana rasa ingin tahu berkembang: mengajukan pertanyaan, menyediakan sumber daya, dan mendorong eksperimen. Pendekatan ini menumbuhkan motivasi intrinsik dan pemikiran kritis, selaras dengan keyakinan Dewey bahwa pendidikan harus memberdayakan, bukan mengontrol.

Dewey mengungkapkan kelemahan pendidikan tradisional: pembelajaran pasif, kurikulum kaku, dan disiplin dalam bentuk hukuman. Dalam Experience and Education, ia berpendapat bahwa memperlakukan anak sebagai wadah kosong yang diisi hanya menghasilkan pemahaman dangkal. Sebaliknya, ia memperjuangkan kelas yang fleksibel dan interaktif di mana siswa mengeksplorasi ide melalui trial and error. Kritiknya menginspirasi reformasi seperti pembelajaran berbasis proyek dan penyelidikan mandiri siswa, yang kini menjadi pilar pedagogi modern.

Gagasan Dewey termanifestasi dalam beberapa sekolah saat ini: pendidikan berbasis Montessori, kelas terbalik (flipped classroom), dan lokakarya design-thinking semuanya mencerminkan prinsipnya. Penekanannya pada pembelajaran sosial-emosional dan kolaborasi mengantisipasi keterampilan pada abad ke-21. Namun, tantangan tetap ada, yaitu ujian standar dan kurikulum kaku masih mendominasi pendidikan hari ini. Selain itu, Dewey mengingatkan kita bahwa pendidikan harus berevolusi dengan masyarakat: “Jika kita mengajar hari ini seperti kemarin, kita merampok masa depan anak-anak kita.”

Dapat disimpulkan bahwa visi Pendidikan John Dewey berakar kuat pada idealisme demokrasi liberal, yang mana mencerminkan keyakinannya bahwa sekolah harus membentuk warga negara yang aktif dan kritis untuk masyarakat partisipatif. Dalam karyanya Democracy and Education, Dewey berargumen:

1. Pendidikan mempertahankan demokrasi dengan mengajarkan kolaborasi, debat, dan pemecahan masalah – keterampilan penting untuk pemerintahan mandiri.

2. Sekolah adalah mikrokosmos demokrasi, tempat siswa mempelajari kesetaraan, kebebasan berpikir, dan tanggung jawab sosial.

3. Pendidikan anti-otoriter menolak hierarki kaku, mencerminkan nilai-nilai demokratis tentang kemandirian individu dan pengambilan keputusan kolektif.

Referensi:

Dewey, John. Democracy and Education: An Introduction to the Philosophy of Education. New York: Macmillan, 1916.

Dewey, John. Experience and Education. New York: Macmillan, 1938.

Dewey, John. My Pedagogic Creed. New York: E. L. Kellogg & Co., 1897.





Citation format :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *