Filsafat seiring perjalanan waktu dapat terus berkembang, terbangun oleh unsur-unsur yang rasional, kritis, sistematis, koheren dan lain sebagainya. Sisi lain filsafat menjadi pemikiran yang kuat dan berlaku secara universal atas kaidah-kaidah filsafat yang dihadirkan oleh para filsuf. Sebagaimana gerak substansial dalam kaidah filsafat Mulla Sadra.
Banyak filsuf dalam menyusun pemikirannya dengan berpegang pada kaidah yang mereka susun. Ada pun di antara kaidah filsafat yakni “setiap yang terendah memiliki potensi yang memungkinkan untuk sampai pada yang lebih tinggi atasnya”, yang dicetuskan oleh Mulla Sadra.
Mulla Sadra
Mulla Sadra merupakan filsuf muslim di era kontemporer yang berasal dari Persia. Mulla Sadra lahir di Syiraz tahun 1572 M dan meninggal di Basrah pada saat perjalanan pulang haji yang ke tujuhnya dan kemudian dikuburkan di sebelah makam Sayidina Ali bin Abi Thalib.
Mulla Sadra merupakan pencetus aliran filsafat Hikmah Muta’aliyah yang digelari dengan sebutan Muta’alihin yang berarti seorang filsuf hikmah dan disebabkan oleh ketinggian pengetahuan yang dimiliki oleh Mulla Sadra.
Kaidah filsafat “setiap yang terendah memiliki potensi yang memungkinkan untuk sampai pada yang lebih tinggi atasnya” dicetuskan oleh Mulla Sadra terkait konsep gerakan substansi. Sebelum masuk pada argumen mengenai kaidah ini, sekiranya menarik untuk dimulai dengan melihat judul kaidah filsafat ini.
Sebagai pengamat: kata memungkinkan dari kaidah ini dapat disoroti sebagai sikap optimis untuk menjadi. Sebaliknya, sisi lain kata memungkinkan menunjukkan adanya praktik partikular yang tidak tertutupnya kemungkinan optimis untuk menjadi atau tidak semua dapat terjadi.
Terlepas demikian, sejauh pengamatan penulis kaidah ini dimunculkan untuk tuangan optimis kemungkinan untuk menjadi. Melalui potensi yang dimiliki, pada posisi asal memungkin manusia untuk beranjak ke posisi lain yang lebih tinggi dari posisi semula.
Potensi Dalam Gerak Substansial
Potensi ialah sorotan utama pada kaidah ini sebagai kata kunci untuk terjadinya peralihan kemungkinan tersebut. Adapun potensi kemungkinan untuk menjadi tersebut disinyalir dari gerak substansi. Gerak substansial merupakan pergerakan menuju kesempurnaan hidup atau menuju keberadaan yang lebih tinggi dari posisi asal ke posisi tempat lebih tinggi.
Gerak substansial termuat padanya perubahan secara substansial oleh aksiden. Sisi lain penulis menemukan bahwa gerak substansial oleh Sadra merupakan prinsip transformasi Wujud yang terjadi terus-menerus sehingga manusia sebagai maujud dapat terhubung dalam skala waktu untuk beranjak ke tempat yang lebih tinggi atau menuju sumber transformasi tersebut.
Kendati terdapat perbedaan pandang dengan filsuf sebelumnya mengenai gerak substansi, Mulla Sadra memberi penggambaran gerak substansial pada misal buah. Sebuah buah yang semula berwarna A setelah masak berwarna B dan tetap menjadi buah tersebut, inilah yang disebut dengan gerak substansial dalam pandangan Mulla Sadra.
Hemat penulis dalam gerak substansial Mulla Sadra yakni: suatu perubahan yang terjadi di dalam wujud sesuatu yang berefek dan dapat diamati pada penglihatan luar dari wujud sesuatu tersebut dan tetap menjadi sesuatu tersebut tanpa berubah menjudi wujud sesuatu lain.
Manusia: Makhluk Theomorfis
Manusia disebutkan sebagai makhluk Theomorfis cenderung ingin mengaktualisasikan dan merealisasikan diri eksistensial. Dewasa ini, terdapat padanya suatu proses tindakan kreatif untuk mengikuti yang lebih darinya baik itu aktualisasi maupun esensi.
Dipahami bahwa, sekiranya kaidah filsafat ini mulai terang. Pembuktian demonstratif oleh Mulla Sadra: pertama, Tuhan sebagai tujuan tertinggi menjadi tujuan yang ingin dicapai oleh segala yang eksis. Kedua, bahwa Maujud yang tinggi tidak menaruh perhatian kepada maujud yang rendah.
Singkat penulis, bahwa kaidah ini diterima, dipahami dan berlaku secara universal. Berdasarkan ke-manusiawian, manusia sebagai makhluk yang eksis selalu terdorong dan mengikuti arah menuju posisi yang lebih tinggi atasnya sekalipun menuju esensi-Nya yang merupakan puncak ketinggian.
Hal demikian terlihat dalam kehidupan sosial masyarakat. Melalui potensi yang dimiliki, manusia terus berupaya untuk menuju posisi yang lebih tinggi. Secara gamblang dapat diamati keinginan manusia menuju posisi lebih tinggi seperti keinginan pada pangkat, jabatan, kehormatan, status dan lain sebagainya.
Kesimpulan
Terakhir, kaidah ini penulis pahami bahwa capaian yang ingin dituju oleh Mulla Sadra kepada kemungkinan potensi yang dimiliki menuju sesuatu yang lebih tinggi darinya ialah suatu kaidah yang menanam nilai optimis untuk menjadi oleh segala yang eksis, tak lain ialah menuju esensi-Nya melalui konsep ‘gerak substansi’.
Selain demikian sekiranya konsep ini merupakan suatu ke-universalan yang dapat berlaku. Tidak hanya terikat pada capaian di atas melainkan dapat diterima dan dipahami secara umum dalam kehidupan sehari-hari beragama, berbangsa, dan bertanah air.
Referensi:
Budiman, Ikhlas. 2021. Diktat Perkuliahan: Kaidah-Kaidah Filsafat Islam. Jakarta:Sekolah Tinggi Filsafat Islam Sadra.
Hermawan, A. Heris. 2011. Filsafat Islam. Bandung: CV. Insan Mandiri.
Ismail dan Aryati, Aziza. 2018. “Filsafat Etika Mulla Shadra Antara Paradigma Mistik dan Teologi. Jurnal Mantiq. Vol. 3. No. 2
Juwaini. 2013. “Pemikiran Filosofi Mulla Shadra”. Skripsi. University Kebangsaan Malaysia
Lathief, Supaat I. 2010. Sastra Eksistensialisme-Mistisme Religius. Lamongan : Pustaka Pujangga.
Supratman. 2009. “Dimensi Sosial dalam Filsafat Mulla Shadra”. Jurnal Ilmu Budaya. Vol. 7. No. 2
This article is under the © copyright of the original Author:
(Zona-Nalar)
Please read "term and condition" to appreciate our published articles content. Thank you very much.