Kebaikan Absolut
Setiap sesuatu yang eksistensinya hakiki, ketika mencapai suatu kebaikan, maka secara naluriah ia mencintai kebaikan absolut tersebut. Terutama sesuatu kebaikan itu menyumbang profit (keuntungan) bagi karekteristik eksistensinya, seperti dorongan hewan untuk makan dan berkembang biak.
Begitu pula, hal ini merealisasikan bahwa upaya imitasi (meniru sesuatu dari pengalaman) dan pendekatan terhadap sebagian eksistensi dapat memberikan profit, berupa nilai tambah keutamaan dan keistimewaan kepada eksistensi tersebut. Demikian secara naluriah, suatu eksistensi terdorong untuk mencintai eksistensi yang diserupai dan yang didekati, seperti cintanya hamba kepada Tuhannya.
Andaikata kebaikan yang dilahirkan dari dirinya sendiri itu tidak dicintai, niscaya cita-cita terhadap mulianya kebaikan dalam segala kebaikan itu menjadi teranulir. Karena, sejatinya cinta tiada lain ialah “cocok” dengan yang indah atau yang elok.
Kekuatan Cinta
Cinta merupakan sumber hasrat akan keindahan tatkala ia dikonstruksi—jika keindahan itu identik dengan eksistensi cintanya. Maka, kebaikan itu adalah mencintai yang baik, bisa secara khusus maupun umum. Penyebab dari cinta adalah profit yang dicapai atau apa yang bakal dicapai dari sesuatu yang dicintai. Tatkala kebaikan bertambah, maka bertambah pula kepemilikan atas sesuatu yang dicintai. Sehingga bertambah pula sesuatu yang mencintai kebaikan.
Secara naluriah, tiap-tiap yang berwujud (bernyawa) tentu mencintai kebaikan absolut. Bahwa kebaikan absolut tersebut memanifestasikan zat-Nya kepada setiap yang berwujud tersebut.
Subjek yang mencintai sesuatu tentu terdorong untuk mendekati sesuatu tersebut. Seperti halnya kita melakukan kebaikan yang berasal dari kecintaan diri kita (secara tulus). Maka, kabaikan absolut niscaya dicintai oleh mereka, yakni jiwa-jiwa yang memiliki unsur ilahiyah.
Demikian tujuan yang paling dekat dengan kebaikan absolut adalah dengan menerima manifestasi-Nya (Tajalli) secara hakiki. Lebih tepatnya kita merasa bahwa sesuatu berada dalam kontingensi (suatu keadaan yang diperkirakan akan segera terjadi).
Dalam mencapai Kebaikan Absolut, barangkali kita tidak akan mampu, namun kita tetap dapat mencapai-Nya melalui imitasi. Kebaikan Absolut adalah Zat yang dengan kemurahan-Nya ingin diimitasi oleh wujud lain. Tak ada satupun wujud yang rela diimitasi oleh yang lainnya. Maka, Dia-lah wujud yang patut menyandang kesempurnaan absolut. Dia-lah Kebaikan Absolut, Yang Maha Mencintai, dan Yang Maha Dicintai, yakni Allah Swt.
Editor: Ahmed Zaranggi
Referensi:
– Buku “Tentang Cinta” Karya Ibn Sina yang diterjemahkan oleh M.S. Arifin
This article is under the © copyright of the original Author:
(Zona-Nalar)
Please read "term and condition" to appreciate our published articles content. Thank you very much.