Drive My Car, Film karya sutradara Jepang Ryusuke Hamaguchi merupakan adaptasi dari cerpen karya Haruki Murakami, Drive My Car. Pada ajang Academy Award film tersebut meraih penghargaan sebagai Best International Feature Film.
Stoikisme
Unsur Stoikisme sangat dominan di film Drive My Car, terutama karakter tokohnya dan bagaimana mereka menghadapi masalah serta menyikapi rasa takut. Stoikisme atau Stoa adalah aliran pemikiran yang dipengaruhi oleh etika Sokrates dan Sinisme. Di antara tokoh mazhab Sinis yang mempengaruhi stoikisme antara lain Crates dari Thebes, Diogenes dari Sinope, dan Antisthenes. Kata stoa merujuk pada istilah bahasa Yunani, artinya beranda. Pendiri aliran ini adalah Zeno dari Citium pada awal abad ke-3 SM. Tokoh stoikisme yang populer antara lain Cicero (106 SM-43 SM), Epictetus (55-135 SM), Seneca (1-65 SM), dan Markus Aurelius (121-180 M).
Markus Aurelius yang dikenal sebagai kaisar Romawi menulis dalam jurnal pribadinya, bahwa dari sosok Antisthenes ia belajar mengenai bagian menjadi seorang raja tak lain berbuat kebajikan sekaligus dimanfaatkan oleh orang lain. Dalam kesempatan berbeda ia menulis: orang-orang akan tetap melanjutkan apa yang mereka lakukan tanpa memedulikanmu, walaupun kau meledak marah.
Yūsuke Kafuku (Hidetoshi Nishijima), tokoh dalam Drive My Car, sepanjang film mempraktikkan laku hidup seorang Stoik. Tergambar dari sikapnya yang jarang menunjukkan emosi apa pun terhadap apa pun. Misalnya ia kerap menahan diri untuk tidak marah dan tidak terlampau sedih. Bahkan saat karunia terbesar miliknya tiada, yaitu kematian putri dan istrinya.
Pengendalian Emosi
Penerimaan demi penerimaan para tokoh dalam film Drive My Car terus hadir mengikuti perpisahan demi perpisahan yang juga terus hadir. Seperti supir pribadi Yūsuke Kafuku, Misaki (Tōko Miura), yang ikhlas kehilangan sang ibu saat longsor menimbun rumahnya. Dalam film ini, pengendalian emosi menjadi bagian amor fati atau mencintai takdir diri sendiri.
Yūsuke Kafuku berhasil mengontrol nalar dan tahu bagaimana menggunakannya. Atau, dengan nada olok-olok dan satire Bertrand Russell menulis: Kita tak dapat bahagia, tetapi kita bisa menjadi baik. Seperti ketika orang yang Yūsuke Kafuku kasihi mendua. Ia tidak menunjukkan emosi negatif meski berada dalam situasi di mana dirinya harus berhadapan langsung dengan sosok yang juga mengasihi sang istri. Dalam kesunyian, para tokoh Drive My Car berlatih membedakan fakta dan opini. Mengganti rasa takut, iri hati dan kesenangan sesaat dengan terus teguh pada pengharapan, disiplin serta bagja prayitna.
Judul Drive My Car mengacu pada lagu karya The Beatles dari album Rubber Soul yang rilis tahun 1965. Haruki Murakami memakai judul tersebut sebagai judul cerpen dengan tokoh seorang aktor yang menghabiskan sebagian waktunya untuk latihan pengendalian diri (asketik). Baik secara harfiah yaitu berlatih akting untuk pentas teater, maupun latihan dalam rangka mengendalikan diri dan pikiran.
Kebebasan Berbicara
Stoikisme masuk ranah filsafat praktis. Kaum Stoa memandang manusia memiliki derajat yang sama. Kesetaraan alamiah ini membuka kesempatan banyak hal, misalnya kebebasan berbicara. Sebagaimana Misaki, sang supir dalam Drive My Car versi cerpen yang mengungkapkan kegelisahannya pada Yūsuke Kafuku:
“…. Ayah saya mencampakkan kami dan meninggalkan kami, ibu saya menyiksa saya dengan semena-mena…. Percuma kalau dipikir-pikir dengan otak. Tak ada jalan selain menemukan cara menerimanya, menelannya, dan terus melanjutkan hidup.”
Editor: Ahmed Zaranggi
Referensi:
Murakami, Haruki. Lelaki-lelaki tanpa Perempuan. Ribeka Ota. 2022. Gramedia: Jakarta.
Aurelius, Marcus. Meditations. Gita Widya Laksmini Soerjoatmodjo. 2021. Noura Books: Bandung.
Russell, Bertrand. Sejarah Filsafat Barat. Sigit Jatmiko, dkk. 2020. Pustaka Pelajar: Yogyakarta.
This article is under the © copyright of the original Author:
(Zona-Nalar)
Please read "term and condition" to appreciate our published articles content. Thank you very much.