Published On
Categories

Apakah kita sebagai manusia pernah melakukan kontemplasi untuk sejenak mengkaji kembali pemikiran kita? Kita akan dengan mudah menemukan kata etika, etiket dan moral ketika berada dalam kehidupan masyarakat. Batasan tersebut sudah tentu disusun untuk memenuhi kepentingan bersama dan melindungi setiap individu dari perilaku menyimpang individu lainnya.

Dengan merujuk kepada segenap aturan tertulis dan tidak tertulis, perilaku manusia sudah memiliki batasan yang inheren dengan kehidupan pribadinya. Keterikatan ini terjadi sebagai bentuk pengakuan masyarakat atas kehadiran individu yang berinteraksi dengan individu lainnya. Keterikatan seseorang di dalam kelompok masyarakat tersebut menjadikan ia sebagai subjek yang menyadari adanya kehadiran subjek lainnya; yang saling berintegrasi untuk membentuk sistem masyarakat yang baik. Etika, etiket dan moral dapat dianggap sebagai prima facie yang dijadikan titik ukur kehidupan seorang manusia.

Perihal Keterbatasan

Keterbatasan ini akhirnya menuntut manusia untuk menyesuaikan dirinya dengan lingkungan sekitar. Hal ini tentu saja memiliki alasan yang jelas bahwa apa yang dianggap buruk tidak dapat dilakukan dan apa yang dianggap baik harus dilakukan. Namun, keterbatasan manusia yang terjadi akibat dari pembatasan tersebut tidak mempengaruhi cara pikir seseorang. Pemikiran akan terus berjalan di luar dari kehidupan yang memiliki sistem dan aturan tetap. Kehidupan tidak memiliki batasan yang mengatur pemikiran manusia agar ia tetap pada posisinya dan tidak melewati batas. Pemikiran pada akhirnya mendapatkan kebebasan mutlak sehingga ia dapat memikirkan apa saja tanpa dapat terdeteksi oleh siapapun.

Kesopanan (evgeneia) dalam bahasa Indonesia berarti beradab, layak dan baik. Kesoponan memiliki hubungan erat dengan perilaku manusia. Ia memberikan panduan bagi manusia untuk melakukan interaksi yang baik dengan sesama manusia dan lingkungan. Pencapaian yang berhasil diraih oleh peradaban manusia semakin menentukan nilai-nilai baru yang tercipta. Dengan adanya kesopanan yang sudah mengakar dalam kehidupan manusia, ia membantu penyesuaian atas perubahan atau dinamika peradaban yang menuntut kesesuaian pada lingkungan. Namun, tidak jarang ada manusia yang masih tidak menghiraukan norma kesopanan. Ia hanya memanfaatkan norma kesopanan sebagai tolak ukur dalam melakukan Defense Mechanism.

Keterbatasan dalam Berpikir

Kita dapat melihat ketika seseorang yang melakukan kesalahan dan melanggar nilai-nilai kesopanan tersebut. Tidak jarang ia melakukan pembelaan diri dengan menarik subjek lainnya yang diluar dari dirinya untuk menjadi perbandingan atas tindakan yang ia lakukan agar perhatian masyarakat tidak fokus pada kesalahannya. Apakah pembatasan dan seluruh ketentuan yang ada tersebut berlaku ketika manusia berpikir? Tidak.

Berpikir merupakan salah satu upaya yang dilakukan manusia untuk terus berkembang dan menjalani kehidupannya. Kebebasan seseorang yang terbatas akhirnya membawa dirinya kepada pola pikir yang bebas sesuai dengan kemampuan yang secara personal dimiliki. Pemikiran yang baik adalah pemikiran yang bersifat bebas dan tidak terbatas pada ketentuan yang berlaku. Dengan pemikiran yang bebas seorang manusia mampu melakukan abstraksi untuk menentukan batasan dalam nilai etika, etiket dan moral.

Kebebasan Berpikir

Gagasan dan norma-norma tersebut lahir dari pemikiran yang bebas sehingga pemikiran mampu melakukan abstraksi atas seluruh kemungkinan yang melibatkan manusia dan lingkungan sekitarnya. Adanya kebebasan dalam berpikir tersebut akhirnya dapat kita ilustrasikan dampaknya, berikut ini:

“Suatu kelompok masyarakat yang baru terbentuk belum memiliki peraturan khusus dan norma yang ingin mereka terapkan. Salah seorang pembuat kebijakan yang ditunjuk oleh kelompok tersebut mulai merumuskan aturan yang berlaku untuk kasus pencurian. Sebelum melakukan riset secara lebih mendalam untuk membuat peraturan tersebut ia (sang pembuat kebijakan) memulai suatu abstraksi dalam pemikirannya yang bebas. Kemudian ia mulai membayangkan menjadi seorang pencuri dan melakukan analisisnya sesuai dengan imajinasinya. Pemikiran yang sudah tersusun atas gagasan-gagasan akhirnya disesuaikan kembali dengan realitas yang ada”.

Dengan melakukan abstraksi terlebih dahulu sebelum membuat keputusan atas peraturan atau norma yang akan dibuat. Ia selaku pembuat kebijakan memerlukan pola pikir dan kebebasan untuk melakukan abstraksi. Ia melampaui kesopanan untuk menemukan batasan yang sesuai untuk mengatasi perilaku menyimpang yang dapat timbul di dalam dinamika masyarakat.

Kesopanan dalam Berpikir

Pemikiran yang tidak terbatas itu dapat dimanfaatkan untuk memaksimalkan potensi manusia yang luar biasa agar kehidupan menjadi lebih baik. Namun, apakah dengan tidak adanya kesopanan dalam berpikir pada akhirnya akan menciptakan masalah yang sesungguhnya? Iya. Hal ini dapat terjadi ketika tidak adanya norma yang berlaku untuk merepresi pemikiran bebas tersebut. Represi yang dilakukan hanya sebatas pada tindakan dan tidak merepresi pemikiran.

Untuk melakukan represi pada pemikiran yang bebas tersebut hanya dapat dilakukan oleh individu tersebut. Hal ini merupakan tindakan yang terpisah dengan individu lainnya. Sehingga proses untuk menjaga keteraturan yang ada tersebut bertumpu pada norma-norma yang sudah ditetapkan. Agar ide-ide abstrak dan liar yang bisa kapan saja dihasilkan oleh manusia dapat ditahan hanya sebatas di dalam pemikiran dan tidak melebar hingga ke perilaku seseorang.

Pembatasan ini tidak menuntut penghancuran kemampuan seseorang untuk berpikir kritis dan bebas. Namun ia cenderung untuk membatasi pemikiran tersebut agar tidak keluar dari lingkup imajinasi dan abstraksi yang dimiliki oleh masing-masing individu. Kebebasan dalam berpikir yang tidak terikat pada kesopanan dapat membawa manusia pada perkembangan yang lebih baik dalam menemukan gagasan bagi keberlangsungan kehidupan. Manusia harus mampu memikirkan pola hidup yang dapat sesuai dengan keadaan dunia yang terus berubah.

 

Editor: Ahmed Zaranggi

Referensi:

Bertens, K, Johanis Ohoitimur, Mikhael Dua. 2018. Pengantar Filsafat. Yogyakarta: Kanisius;

Russel, Bertrand. 2021. Persoalan-Persoalan Mendasar Filsafat. Yogyakarta: Jalan Baru.



This article is under the © copyright of the original Author: Please read "term and condition" to appreciate our published articles content. Thank you very much.
(Zona-Nalar)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

twenty − eleven =