Pada artikel sebelumnya Zona Nalar telah membahas kategorisasi aliran filsafat, kini kita akan mencoba mengenali perkembangan aliran-aliran tersebut dalam kategorisasi waktu. Untuk kepentingan konseptualisasi garis waktu yang spesifik, kami akan terlebih dulu berfokus kepada filsafat Barat. Meskipun demikian, perlu Zoners pahami bahwa filsafat Barat bukanlah satu-satunya acuan untuk melihat sejarah perkembangan filsafat. Karena di waktu yang bersamaan bahkan lebih awal, perkembangan filsafat juga terjadi pada peradaban Islam, China, India, dan lainnya.
Secara garis besar, perkembangan filsafat Barat terbagi dalam 3 fase utama: era Yunani, era abad pertengahan dan era modern. Tiap era memiliki ciri khasnya masing-masing. Misalnya era Yunani yang ditandai dengan perubahan pola pikir filsuf dari mitologi menuju rasionalitas. Kemudian era abad pertengahan yang didominasi kajian filsafat ketuhanan dan usaha pembuktian keberadaan Tuhan secara filosofis. Dan diakhiri dengan era modern awal hingga era kita sekarang yang memprioritaskan kajian filosofis berdasarkan rasionalitas.
Sejarah filsafat Barat juga dipengaruhi oleh peristiwa sejarah yang aktual. Kondisi sosial, budaya, maupun geopolitik turut mempengaruhi corak kefilsafatan di tiap era. Seperti di era kemasyarakatan Yunani abad 6 SM yang mula-mula mendasarkan pengetahuannya kepada mitologi dewa-dewi dan digugat oleh kebutuhan mendeskripsikan dunia berdasarkan rasionalitas. Kemunculan demokrasi Athena juga menuntut masyarakat untuk berpikir lebih kritis. Dilanjutkan oleh era abad pertengahan yang dapat ditelusuri jejaknya semenjak kekuasaan kekaisaran Romawi pasca runtuhnya budaya helenistik (Yunani akhir) pada sekitar tahun 150 SM. Era romawi tersebut didominasi pemikiran politik maupun etika dari filsuf-filsuf seperti Cicero ataupun Senecca.
Namun kekaisaran Romawi mengalami kemunduran. Hal ini dipengaruhi oleh situasi politik dari tiap negara bangsa untuk mendirikan pemerintahan masing-masing. Akhirnya kaisar Romulus Augustus menjadi kaisar Romawi terakhir pada sekitar tahun 400 Masehi. Kemudian digantikan dengan pemerintahan kepausan sebagai tanda awal era filsafat abad pertengahan. Menguatnya kristianitas ternyata berlanjut dalam hegemoni panjang hampir seribu tahun: dari rentang tahun 500 hingga 1400-an. Masa itu disebut juga sebagai era kegelapan atau dark ages dengan corak kefilsafatan didominasi filsafat ketuhanan dan usaha pembuktian filosofis keberadaan Tuhan.
Konstitusi gerejawi dalam waktu yang lama ini memunculkan teokrasi yang mula-mula berdasar pada azas ketuhanan. Namun pada perkembangannya oknum-oknum yang korup menyalahgunakan kekuasaan untuk kepentingan pribadi. Hal ini ditandai dengan munculnya praktik kesaksian dosa berbayar dan terbatasinya pengetahuan. Hal ini mendorong sebuah revolusi besar pada abad 16 yang diinisiasi di Prancis dan kelak terkenal sebagai revolusi Prancis. Pembongkaran dogmatisme ini pada perkembangannya disebut sebagai renaisans atau abad pencerahan. Gerakan renaisans berusaha mengembalikan pengetahuan kemasyarakatan berdasar kepada akal budi atau rasionalitas dan berpengaruh hingga masa modern ini.
Untuk pembahasan lebih lanjut, mari kita cermati definisi dari tiap era di bawah ini.
Era Yunani
Jejak filsafat Yunani kuno utamanya dapat kita lacak semenjak ± tahun 6 SM. Era ini sangat kaya dengan kajian filsafat dari beragam aliran. Bahkan, konon menurut Alferd North Whitehead seorang pemikir abad 19, era ini merupakan akar dari seluruh diskursus filsafat Barat hingga hari ini. Benar saja, karena era Yunani berisikan kajian awal metafisika, etika, bahkan awal mula perkembangan matematika dapat dilacak di era ini. Terdapat 3 pembabakan utama dalam filsafat era Yunani di antaranya ialah.
- Pre Socratic
Seperti namanya, era ini diukur dari masa sebelum Socrates berfilsafat. Mengapa harus Socrates? Karena Socrates memberikan sumbangsih besar terhadap diskursus filsafat pada masanya dan metode kefilsafatan Socrates dipakai oleh para filsuf sesudahnya. Era sebelum Socrates ditandai dengan usaha pelepasan diskursus filsafat dari mitologi walaupun terdapat beberapa pemikir pre Socratic yang masih mengusung mitologi dalam filsafat nya. Kita bisa menjadikan Thales yang hidup di sekitar tahun 550 SM sebagai representasi figur filsuf era pra Socratic.
Thales mempostulatkan “air” sebagai unsur utama pembentuk realitas, alih-alih meyakini narasi penciptaan oleh dewa-dewi Yunani. Namun pemikiran filosofis Thales masih juga dipengaruhi oleh pemikiran mitologis. Mengenai struktur dunia, Thales meyakini gambaran dunia yang utopis dan terpilah-pilah antara dunia atas dan bawah seperti dalam mitologi. Namun dengan unsur utama pembentuk alam yakni air. Ilustrasinya seperti terlihat pada gambar.
Masih banyak pemikir penting di era pre Socratic seperti Phytagoras yang kelak dikenal sebagai Bapak matematika dunia. Kendati Phytagoras mempostulatkan pemikiran matematis namun masih juga terdapat unsur mitologis dalam ajarannya yang mengagungkan bilangan sebagai entitas misterius yang diagungkan.
- Yunani Klasik
Masuk di era Yunani Klasik pada sekitar abad 5 SM. Tentunya waktu tersebut bertepatan dengan masa hidup dari Socrates. Pemikiran Socrates juga muncul dari situasi Athena yang memungkinkan terciptanya diskursus. Di antara perang Athena dengan Persia maupun Sparta, demokrasi tetap tumbuh subur di masa itu. Kendati bentuk demokrasi belum seperti yang kita kenal sekarang karena demokrasi Athena di masa itu didominasi para Tyran dan Shopis yang terkadang hanya mencari keuntungan pribadi.
Hal ini memicu Socrates untuk membongkar segala kedangkalan berpikir penduduk Athena yang tunduk atas segala sabda para Shopis. Dengan metode elenkus -metode debat ala Socrates- ia menanyai hampir semua warga Athena yang ia temui di polish. Hal ini menggugah para tyran, karena filsafat Socrates menjaring ketertarikan anak-anak muda hingga pada tahun ± 404 SM, Socrates dijatuhi hukuman mati atas tuduhan membawa bid’ah bagi generasi muda. Hal inilah yang memicu Plato, salah satu murid Socrates untuk bertekad menciptakan sebuah polish (negara yang adil).
Plato berharap kelak di polish yang ia ciptakan, semua orang mendapatkan keadilan dan orang-orang seperti Socrates dihargai hak dan martabatnya. Namun perhatian Plato bukan berfokus di ranah politik melainkan pendidikan, maka pada tahun 383 SM didirikanlah sekolah filsafat Plato yang ia namai akademia. Dengan pendidikan, Plato berharap murid-muridnya akan mengerti hakikat dari keadilan dan kebenaran bagi hidup yang lebih baik. Di akademia jugalah murid terbaik Plato menerima pengajaran filsafat. Ia adalah Aristoteles yang kelak menjadi salah satu pemikir Yunani klasik dan pemikir Barat terbesar bersama dengan gurunya dan Socrates.
- Helenistik
Namun masa kejayaan Yunani tak selamanya bertahan. Tepatnya pada 338 SM Makedonia menginvasi Yunani dengan pimpinan perang mereka yang terkenal, Alexander Agung. Uniknya, Alexander Agung juga merupakan murid dari Aristoteles (pemikir besar bangsa Yunani). Di bawah kekuasaan Alexander Agung, seluruh polish Yunani disatukan. Dan kebudayaan Yunani dilebur menjadi kebudayaan Helenistik. Helenistik sebagai sebuah corak kebudayaan mewarisi kuatnya pengaruh intelektualitas dan seni yang agung dan memperikutkan nuansa Yunani baik dalam seni maupun pemikiran setelahnya. Aliran filsafat yang muncul di era ini antara lain epicureanisme, stoisisme, dan neo Platonisme.
- Romawi
Lagi-lagi rentang perkembangan pemikiran selalu diikuti oleh situasi kesejarahan yang aktual. Kebudayaan helenisme yang semula menjadi kiblat peradaban mendapat lawan sebanding dengan kemunculan kekaisaran Romawi pada tahun 750 an SM. Dan puncaknya lima ratus tahun kemudian sekitar 140 SM kekaisaran Romawi benar-benar melakukan invasi ke Makedonia sebagai pusat helenistik atau tempat pewaris sisa-sisa kebudayaan Yunani. Peradaban Romawi kuno memiliki andil besar dalam perkembangan bahasa, tata kemasyarakatan, teknologi, hukum dan politik yang pengaruhnya masih kita saksikan hingga sekarang misalnya dalam penggunaan aksara Romawi.
Dalam bidang ilmu pengetahuan, bangsa Romawi melanjutkan pengetahuan yang telah berkembang semenjak era Yunani. Misalnya Lucreteus yang melanjutkan pemikiran atomisme Epicuros dan Stoisisme Seneca ataupun Aurelius yang diilhami Stoisisme jaman Helenistik melalui pemikiran Zeno. Begitupula dalam ranah keagamaan, di masa-masa awal kekaisaran Romawi agama yang mereka anut masih mengadopsi narasi mitologis jaman Yunani dalam penyembahan Zeus, Hera, Aphrodite, ataupun Jupiter.
Era Abad Pertengahan
Masa kekuasaan Romawi berlangsung sangat lama dalam rentang 1000 tahun, antara 700 an SM hingga 450-an Masehi. Namun di penghujung kekuasaan Romawi, muncul sebuah bentuk kepercayaan baru yang kelak akan mengubah peradaban Eropa. Di sekitar abad ke 5 Masehi menguatlah sebuah kepercayaan monotheis yang merombak seluruh kepercayaan pagan di jaman kuno, kepercayaan itu adalah kristianitas. Namun kristianitas melalui sebuah jalan panjang sebelum benar-benar menjadi institusi kepercayaan yang kuat. Karena kemunculan kristianitas sudah dapat dilacak lebih awal sejak abad 1 Masehi pasca kematian Isa Al-Masih.
Pada awalnya kepercayaan kristiani yang diajarkan Isa mendapat pertentangan dari kekaisaran Romawi yang pada waktu itu dipimpin oleh Tiberius Caesar Augustus. Isa mengalami presekusi dan disalib pada tahun 30 an Masehi. Ajaran kristiani Isa akhirnya dikonservasi oleh sekelompok kecil masyarakat Yahudi di Judea dan perlahan-lahan menyebar ke seluruh daerah kekuasaan Romawi. Perlu waktu sekitar 3 abad lamanya bagi kristianitas memperkembangkan pengaruhnya dan berpuncak pada masa pemerintahan Konstantin Agung sebagai kaisar pertama Romawi yang akhirnya menjadi pemeluk agama Nasrani.
Seiring waktu, pemerintahan Romawi mulai mengalami kemunduran disebabkan oleh korupsi dan berbagai perang. Sedangkan kristianitas makin mantap dijadikan pedoman hidup dan mulai mengubah wajah Romawi. Puncaknya pada tahun 800 Masehi Paus Leo ke 3 mengangkat Chermelange sebagai kaisar yang akan memerintah seluruh sisa daerah kekuasaan Romawi dengan berdasarkan panduan kristiani. Di masa-masa kejayaan Kristiani inilah muncul pemikiran filosofis yang bercorak teocentrisme atau berpusat kepada ketuhanan.
Kita bisa mengenali corak pemikiran tersebut seperti dalam pemikiran St. Agustinus yang mendemonstrasikan kajian filsafat atas eksistensi Tuhan. Agustinus merupakan seorang uskup di masa awal abad pertengahan. Ia meradikalkan tuntunan kristiani mengenai penciptaan dalam waktu 6 hari yang ia anggap memiliki kaidah logis dan dapat dibuktikan melalui penalaran yang benar. Berabad setelah Agustinus, pemikiran filsafat teologisnya dilanjutkan oleh filsuf seperti St. Thomas Aquinas yang membuktikan keberadaan Tuhan dengan lebih koheren. Aquinas meyakini segala pergerakan dunia membuktikan keberadaan Tuhan yang maha menggerakkan, lalu sebab akibat sebagai bukti yang mengarah kepada Tuhan sebagai sebab segala hal, ketidakpermanenan hal-hal duniawi yang membuktikan necessitas dari ketuhanan dan seterusnya dalam magnum opusnya berjudul Summa Theologia.
- Renaisans
Tanpa disangka, era abad pertengahan berlangsung dalam jangka waktu yang sangat lama antara abad 5 hingga abad ke 15. Kekuasaan gereja yang semula mengayomi berangsur-angsur menjadi kekuasaan yang absolut dan pada akhirnya menimbulkan tirani. Salah satu faktor pendukung hegemoni kekuasaan gereja dalam waktu berabad-abad itu adalah dibatasinya pengetahuan bagi masyarakat. Berbagai literatur Eropa maupun Yunani klasik yang sangat kaya dikonstitusi oleh kekuasaan gereja. Di waktu itu sumber-sumber pengetahuan disimpan di biara-biara gereja dan aksesnya hanya dibuka bagi para biarawan.
Belum lagi, praktik pengakuan dosa yang amat terkenal di masa abad pertengahan makin menyulitkan masyarakat. Hal ini mendorong Marthin Luther untuk menginisiasi gerakan revolusi bagi gereja ortodoks. Geliat revolusi Lutheran abad 16 memicu revolusi-revolusi lain yang diinisiasi di Prancis dan menyebar ke Eropa. Eropa akhirnya abad baru, abad yang kelak dikenal sebagai zaman rasio dengan renaissance sebagai gerbang awalnya.
Editor: Ahmed Zaranggi
This article is under the © copyright of the original Author:
(Zona-Nalar)
Please read "term and condition" to appreciate our published articles content. Thank you very much.
2 thoughts on “Sejarah Filsafat Barat Bagian 1”